Our Worst Day.

latar: sekolah anak SMA!brightwin 1.2k+ words


Win menepati janjinya pada Racha. Masih dengan bibir yang berulang kali meniup-niup jari telunjuknya yang nggak sengaja tergores cutter saat tengah membantu guru-guru mendekorasi nasi tumpeng, beberapa saat lalu. Langkah kaki pemuda itu terkesan santai, tapi rasa excited yang meletup-letup di balik dada untuk menyaksikan pacarnya tanding futsal semakin membuat Win ingin cepat-cepat tiba di lapangan.

Kedatangannya disambut oleh Dew, View dan Mix yang sedang duduk di atas speaker. Dew bergeser sedikit, memberi ruang pada sang sahabat untuk ikut duduk di sana.

“Udah kasih semangat belum buat Luke?” bisik Dew terlampau keras, Mix dan View yang nggak sengaja mendengar pun hanya bisa tertawa meledek.

Win berdecak pelan, “ogah ah, nanti digosipin yang nggak-nggak lagi sama lo.”

“Win, nggak boleh gitu sama partner in crime di kelas. Cepet, teriakin Luke tuh! Kasih semangat! Tadi dia nyetak gol sekali lho buat IPA...”

Win yang awalnya masih menatap Dew dengan tatapan malas pun kini mulai mengalihkan pandangannya ke arah lapangan.

“Emang skor udah berapa-berapa, Dew?” tanya Win, dengan mata yang mendelik ke sana dan ke sini, mencari keberadaan Brightㅡ yang ternyata sedang mengatur strategi untuk berdiri di dekat gawang milik 12 SOS 2.

“2-2, Win. Lo nggak mau IPA kalah dari IPS, kan? Mendingan sekarang lo kasih support yang maksimal buat Luke… Please, gue nggak mau kelas kita kalah dari IPS. Malunya bisa seumur hidup, Win...”

Ya, begini lah. Win terjebak di sebuah situasi yang cukup sulit, dimana ia harus memberikan dukungan penuh untuk kelasnya sendiri (XII-IPA) dan di saat yang sama jelas ia harus memberikan dukungan pada sang pacar yang statusnya merupakan murid dari kelas seberang, XII-SOS 2.

Tapi, nggak mungkin kan kalau Win lebih memilih menyemangati Bright daripada kelasnya sendiri? Mau dikata apa?? Mau dimusuhi satu kelas?

Alhasil, Win berdiri dan menggapai mic yang sedang dipakai Puim untuk bercakap-cakap selaku komentator pertandingan. Sialnya, Puim nggak langsung menyerahkan mic tersebut begitu aja, gadis itu malah melirik Win dengan tatapan menggoda sambil sesekali menjulurkan lidahnyaㅡ meledek si wakil ketua kelas.

“Ow, Ow… Kayaknya ada yang mau nyemangatin ayang beb nya nih...”

Suara Puim yang tersalurkan lewat mic dan dapat didengar oleh siapapun di seluruh penjuru gedung SMA GMM pun berhasil membuat beberapa pemain futsal yang tengah bertanding di tengah lapangan pun menoleh. Bright yang kebetulan berdiri nggak begitu jauh dari gawang, sehingga membuat pemuda itu berada di jarak yang juga cukup dekat dengan Win yang sedang berdiri di tepi koridor pun ikut mengukir ekspresi bingung di wajahnya.

Win, nggak sengaja bertukar pandang dengan Bright. Baru saja ia akan melempar senyum guna memberikan semangat pada sang pacar, suara Puim kembali menginterupsi.

“Luke, liat kesini bentar bisa kali….”

Luke yang nggak tahu-menahu kenapa namanya tiba-tiba disebut pun cuma bisa pasrah dan menengok ke arah koridor dimana beberapa anak kelas 12-IPA berkumpul di sana. Termasuk Win.

“Abis ini Luke harus cetak gol lagi buat IPA ya, nih biar tambah semangat, ayang beb nya mau menyampaikan sepatah dua patah kata… Ihiy, nih Win...”

Win yang udah nggak bisa berkutik pun cuma bisa menerima uluran mic dari Puim dengan pasrah. Pemuda itu menarik dalam nafasnya, gugup total… bukan karena ia harus memberikan semangat pada Luke secara terang-terangan di depan umum, tapi karena di sana ada Bright, di tengah lapangan itu ada pacarnya, yang entah akan merespon seperti apa ketika Win benar-benar harus menyemangati orang lain di depan mata kepalanya sendiri.

Satu senggolan di tangannya yang berasal dari Dew menjadi isyarat kalau Win sudah seharusnya bangun dari lamunan singkat. Satu kali lagi ia tarik dalam nafasnya, lalu membawa seluruh atensi pada sosok Luke yang ternyata sedang menatap ke arahnya.

Win mulai membawa ujung mic mendekati bibirnya, lalu dengan lantang dan dengan seuntai senyum lebar (yang begitu diusahakan hadir di wajahnya), Win mengangkat satu tangannya dengan kelima jari yang dikepal kuat, “Luke!!! Semangat!!! Lo pasti bisa!!! IPA pasti menang!!!”

Di tengah lapangan, Luke tersenyum. Kepalanya menggeleng pelan menahan gemas, melihat Win yang begitu antusias memberinya dukungan.

Di tengah lapangan yang sama juga, Bright mengepalkan kedua tangan. Kepalanya ikut menggeleng pelan, menahan kesal karena bukan dirinya lah yang mendapat dukungan itu. Win, pacarnya, menyemangati pemuda lain yang jelas-jelas punya perasaan pada pacar manisnya itu.

Untuk kali pertama, Bright tertinggal 1 angka. Dan Luke, unggul jauh di atasnya.

“Kalau IPA menang, gue dapet hadiah apa, Win?” wow, ternyata Luke membalas ucapannya.

Win, salah tingkah. Bukan salah tingkah karena dirundung bahagia, tapi salah tingkah karena ia semakin terjebak dalam situasi yang nggak diinginkan.

Susah payah Win kembali melirik Bright yang ternyata sudah kembali mengatur posisinya di tengah lapangan. Beberapa pemain pun kembali mengatur strategi, meskipun Luke masih berusaha keras memusatkan fokusnya pada sang gebetan hati.

“Nanti pulang sekolah bareng gue ya, Win? Kalau IPA menang… Oke?!” sambung Luke.

Merasa nggak punya pilihan lain, Win pun mengangguk, “Oke!!! Tapi janji harus menang, ya?!”

Dan pertandingan pun kembali berlanjut. Dengan situasi yang memanas di tengah lapangan, Bright beberapa kali terkena pelanggaran. Win, panik. Bright pasti akan marah besar padanya.

Tapi memangnya Win bisa apa?

Sampai akhirnya pertandingan antara 12 IPA melawan 12 SOS 2 pun berakhir, dengan skor 3-2 yang dimenangkan oleh 12 IPA.

Win, semakin panik. Itu artinya ia harus menepati janjinya. Untuk pulang sekolah bersama dengan Luke.

Suara riuh di lapangan pun semakin menjadi-jadi ketika Puim dan beberapa anak 12-IPA menyanyikan yel-yel khas sebagai simbol kemenangan. Win juga ikut bernyanyi, harus terlihat senatural mungkin karena menang sewajarnya ia ikut bahagia atas kemenangan tim futsal 12-IPA. Namun di saat yang sama, ia harus kembali bersusah payah mencari Bright yang ternyata sedang duduk di tepi lapangan. Dengan sebuah handuk di tangannya, ia mengelap keringatnya seorang diri.

Bright, melirik ke arahnya. Ada kilat kecewa yang tergambar jelas di sepasang netra hitamnya.

Win memberikan kode pada Bright, meminta pacarnya itu untuk naik ke toilet lantai 2 dan menemuinya di toilet pria, bilik ke-3 tempat dimana mereka biasa bertemu.

Tapi Bright malah bergeming di posisinya. Tidak mengindahkan kode dari Win sama sekali.

Sampai akhirnya Win hendak melangkah lebih dulu, bermaksud memancing Bright agar mengikutinya, tapi keributan lain kembali tercipta ketika seorang anak perempuan membawa sebuah balon berwarna merah di tangannya datang ke tengah lapangan.

Anak perempuan itu meminta mic dari Puim, dan Puim dengan senang hati menyerahkan mic tersebut pada Nana, seorang gadis cantik dari kelas X-B.

Nana memposisikan tubuhnya menghadap ke arah Bright,

“Kak Bright, walaupun kak Bright kalah tapi bukan berarti aku nyerah, lho. Kak Bright, aku Nana dari kelas sepuluh B. Aku udah lama suka sama kakak, sejak kakak ikut bantuin kakak-kakak OSIS di sesi PBB pas angkatanku lagi MOS dan kebetulan kak Bright handle kelompok aku, aku ngerasa kagum sama kakak. Kak Bright, kakak mau nggak jadi pacarku?”

Nana, cantik… Bertutur kata lembut, dan lucu.

Tanpa sadar Bright tersenyum, lalu bangkit dari duduknya. Melangkah sedikit demi sedikit mendekati gadis itu, lalu berhenti tepat di depannya.

“Makasih ya, Nana. Balonnya gue ambil, ya?”

“Eh, kak… Kalau kakak ambil balonnya berarti kakak nerima aku lho…” Balas Nana, yang berhasil membuat Bright tertawa.

Lalu tanpa basa-basi, Bright langsung meraih balon tersebut. Membuat Nana terperanjat kaget di posisinya berdiri.

“Gue ganti baju dulu. Kita pulang bareng, ya?”

Kita pulang bareng ya…

Oke, jika Win saja bisa pulang sekolah bersama Luke, kenapa Bright nggak bisa melakukan hal serupa dengan Nana?

Pada akhirnya Bright berlalu dari lapangan. Meninggalkan Nana yang masih speechless di tempatnya, juga meninggalkan Win yang clueless di posisi duduknya.

Semuanya, kacau.

. . .

JEYI // 200105