Last Page.

“Shalom, you are my teammate and my best friend. I simply could not ask for more perfect, reliable and loving person than you to hold such a key place in my life. Thank you for everything you do all this time…”

“Ever since you came into my life, you have made it infinitely better. For that, I really and truly can't thank you enough. I absolutely adore you and worship the ground that you walk on...”

“Thank you for trusting me once again.”

LDR JURUSAN FINALE EPISODE total words: 2196 words.


ㅡ Yogyakarta, 1 Mei 2021.

Hari ini adalah hari terakhir dari serangkaian acara perpisahan anak-anak kelas 12 GMM Christian High School, yang mana merupakan hari ke-6 sejak semua guru-guru dan seluruh siswa kelas 12 SOS 1, 12 SOS 2 dan 12 IPA tiba di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hari ini adalah hari Sabtuㅡ malam minggu, dan agenda terakhir yang akan diselenggarakan sebelum besok pagi bergegas pulang kembali ke Depok adalah ibadah bersama dan pelepasan.

Alumni-alumni sekolah juga mulai berdatangan memenuhi ballroom hotel. Terlihat Joss dengan balutan celana bahan hitam dan atasan kemeja merah marun yang lengannya sengaja dilipat sampai ke batas sikuㅡ pentolan 12 SOS 2 dua tahun silam, mengambil posisi duduk di deretan bangku bagian depan yang memang dipersiapkan oleh OSIS khusus untuk anak-anak alumni. Lalu ada Arm dengan gaya kasualnya tapi tetap terlihat menarikㅡ mantan ketua kelas 12 IPA dua tahun silam, duduk di samping Joss. Ada juga Gawin, mantan pemain musik yang dulunya punya posisi persis seperti Brightㅡ salah satu pentolan 12 SOS 2, striker andalan tim futsal juga pemain gitar di band sekolah, yang ikut duduk di samping Arm.

Podd, Pluem, Gun, Singto yang merupakan alumni berbakat dari kelas IPA juga sudah mulai terlihat di dalam ballroom. Tidak hanya pemuda-pemuda hits yang menyumbang eksistensi di sana, ada juga Namtanㅡ mantan wakil ketua OSIS, ratu-nya 12 SOS 1 dua tahun lalu, yang terlihat begitu elegan dengan balutan gaun simple berwarna biru dongker juga rambutnya yang ditata sedemikian rupa, yang duduk di barisan ke-2 di belakang Joss dan kawan-kawan. Lalu di sampingnya ada Mild yang juga terlihat menawan dengan balutan dress putih mininyaㅡ mantan pentolan 12 SOS 2 yang nggak jarang kena masalah dan ended up masuk ruang BK, tapi tetap banyak menyumbang medali atas bakatnya di bidang olahraga, volley. Juga ada Ggigie yang tampak anggun dengan balutan dress hitamnyaㅡ mantan ketua OSIS dua tahun lalu, 12 SOS 2's pride, duduk di samping Mild.

Acara ibadah bersama baru akan dimulai setengah jam lagi. Anak-anak OSIS masih terlihat sibuk mondar-mandir mengecek audio juga memastikan kalau semua siswa sudah berada di dalam ballroom dan duduk dengan manis di bangku masing-masing. Guru-guru juga terlihat memasuki ruangan, mengambil posisi di barisan paling belakang, untuk mengawasi jalannya acara terakhir mereka.

“Test… test...” situasi ballroom yang sempat ramai dengan suara interaksi antar manusia di dalam sana pun perlahan-lahan mulai menjemput hening. Luke yang sedang melakukan pengecekan pada mic di atas panggung pun kini jadi objek perhatian mereka.

“Oke, mic dalam keadaan ON ya,” pemuda itu menoleh melirik beberapa anak ekskul musik yang sudah standby di balik alat musik masing-masing, “musik aman?”

Chimon yang kebetulan harus ikut acara perpisahan kelas 12 mengangguk dari balik satu set drum, “drum aman, Bang!”

“Bass aman?” Dew yang kebetulan memegang basa pun ikut mengangguk. Ibu jarinya mengacung tegak, “aman, boss!”

“Keyboard aman?” Harit mengangguk penuh semangat, “aman, bro.”

“Gitar? Gimana gitar?”

Seseorang yang masih tampak sibuk menyetem gitarnya menoleh pelan pada Luke. Alisnya sejak tadi bertaut, seolah belum merasa cocok dengan bunyi yang dihasilkan dari senar gitar di pelukannya. Sosok itu mendesah berat, “masih gue stem bentar,” lalu kembali ia petik senar gitar itu, “aman sih, tapi nggak tau deh, bentar gue dengerin dulu.”

“Kalo nggak begitu sreg sama lo, biar gue sampein ke pihak hotel siapa tau mereka bisa bantu back up fasilitas, Bright.”

Bright, yes, pentolan 12 SOS 2 itu ikut serta mengisi acara terakhir mereka selama 7 hari 6 malam di Yogyakarta. Yang ditunggui jawabannya itu tidak langsung menjawab, jari-jemarinya masih sibuk mengotak-atik senar gitar seraya kepalanya mengangguk sesekali mengikuti irama.

Bright memetik senar gitar di pelukannya itu satu kali lagi, “udah nih, gitar aman.”

Luke mengangguk, “oke,” dipandangnya satu persatu pemain musik beserta alat musik yang mereka pegang, “musik aman berarti, ya. Kalo nanti ada apa-apa, gue di belakang. Selesai ibadah gue bakal balik ke panggung lagi buat pengarahan pelepasan.”

Setelah memberikan sedikit wejangan pada personil band sekolah, Luke pun pamit undur diri. Mic sudah dikuasai oleh kepala sekolah yang akan memulai sedikit pengarahan, lalu disusul dengan doa pembuka.

Ibadah pun dimulai dengan sebagaimana mestinya.

. . .

“Saya selaku Kepala Sekolah GMM Christian High School mengucapkan selamat atas berakhirnya pendidikan kalian di sekolah kami tercinta, saya juga mewakili guru-guru pengampu, wali kelas 12 SOS 1, 12 SOS 2 dan 12 IPA mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas perjuangan anak-anak sekalian selama tiga tahun menempuh pendidikan. Jatuh bangun, susah senang, mudah berat, sudah kalian lalui dan saya percaya kalian juga sudah memberikan yang terbaik saat ujian nasional kemarin. Sekarang tinggal menyerahkan semuanya pada Tuhan, percaya kalau kalian akan lulus dengan nilai yang memuaskan,”

Nggak bisa dipungkiri, situasi jadi mendadak banjir penuh haru. Semenyebalkan apapun guru-guru bahkan kepala sekolah selama ini, tetap saja mereka adalah orang tua ke-2 bagi semua murid. Sang kepala sekolah menjeda sebentar ucapannya, tangis haru turut membanjiri acara pelepasan anak kelas 12 malam itu.

“Saya dengan segenap hati mendoakan anak-anak saya sekalian untuk bisa menjemput karir yang sukses dan cemerlang di masa depan. Lanjutkan pendidikan kalian dengan baik, jalani masa peralihan remaja menuju dewasa kalian juga dengan baik… Hidup akan terasa jauh lebih sulit ketika kalian sudah dinyatakan lulus sebagai siswa, tapi percayalah, Tuhan akan selalu mengikuti setiap langkah kaki kalian, sekalipun Tuhan tidak akan pernah coba-coba untuk meninggalkan kalian,”

Barisan para guru pun mulai menyeka air mata. Selepas ini, anak-anak kelas 12 akan diliburkan sampai hari dimana mereka akan kembali ke sekolah untuk menebus tetek-bengek kelulusan. Ini adalah hari terakhir mereka berkumpul secara utuh sebagai keluarga guru dan murid.

“Sukses terus anak-anakku, sampai bertemu lagi di lain waktu.”

Kepala sekolah pun mengundurkan diri dari atas panggung. Mic kini dalam kekuasaan Luke.

“Oke, teman-teman, sekarang sudah jam sembilan malam dan kita juga sudah ada di penghujung acara pelepasan. Acara ini akan saya tutup dengan doa, ini adalah hari terakhir saya dan teman-teman OSIS untuk bertugas,”

Luke melirik satu persatu anak-anak OSIS yang berdiri di sisi ballroom, “teman-teman, terima kasih banyak untuk kerja kerasnya selama ini. Terima kasih sudah membantu saya dalam menjalankan organisasi sekolah yang tidak mudah untuk dipertahankan. Terima kasih atas segala waktu dan tenaga, saya harap setelah ini, kita masih bisa berhubungan baik. Baik, sebelum acara ini berakhir, mari kita bersatu dalam doa.”

Luke pun memimpin doa akhir mereka malam itu. Sampai sekiranya 5 menit kemudian, kata 'amin' mengalun sempurna.

“Hm, teman-teman semua, sebelum meninggalkan ballroom, ada satu teman kita yang ingin menyampaikan sesuatu. Saya harap semuanya tetap duduk di tempat masing-masing, terima kasih.”

Lalu beberapa lampu di ballroom sengaja dimatikan. Situasi menjadi sendu dengan sentuhan cahaya yang minim.

Beberapa orang tampak terkejut tapi tak bisa berkutik. Luke melirik ke sisi panggung, memanggil seseorang.

“Bright,”

Yang dipanggil tampak menghela nafas. Jantungnya berdegup keras bukan main. Tangannya dingin, gemetaran. Kepalanya susah payah mengangguk menjawab panggilan si ketua OSIS.

Perlahan-lahan, Bright bangkit dari posisi duduknya. Pemuda yang malam itu terlihat begitu menawan dengan setelan celana bahan berwarna hitam, kemeja putih lengan panjang yang sengaja dilipat sampai ke batas siku, juga jam tangan abu-abu yang memperindah pergelangan tangan kirinya, lambat laun mulai melangkah ke tengah panggung.

Luke tersenyum, menyerahkan kekuasaan mic seutuhnya pada Bright.

“Best of luck, bro!”

Gila, bahkan untuk membalas ucapan semangat dari Luke saja rasanya Bright sudah nggak sanggup. Terlalu grogi, takut.

Tapi kepalanya mengangguk, seulas senyum tipis hinggap di ujung bibirnya, “thanks for all the help, Luke.”

Lalu Luke pamit undur diri dari atas panggung.

Bright berdiri di tengah, jadi satu-satunya pusat perhatian.

Matanya dengan cepat mencari keberadaan Win, yang ternyata sedang menatap bingung ke arahnya.

Susah payah Bright mengais kekuatan dari sosok itu, sampai akhirnya, seuntai kata berhasil terucap dengan lantang dari bibirnya,

“Absalom Metawin Shaka Rehuel,”

Sekarang, bukan lagi cuma Bright yang jadi pusat perhatian. Beberapa orang di ballroom mulai membagi fokus mereka pada sosok Win yang mematung di posisinya.

Puimek dan Chimon yang berdiri di sisi kiri dan kanan Win pun ikut tertegun menahan nafas. Tidak sekalipun terbesit dalam benak mereka, kalau agenda semacam ini akan terjadi secara nyata.

Para alumni juga mulai menegakkan posisi duduk mereka. Ini, adalah kali pertama seseorang dari jurusan IPS melakukan suatu hal krusial di depan banyak orang seraya memanggil satu nama yang asalnya dari seberang, jurusan IPA.

Bright belum melanjutkan ucapannya. Sorot ketakutan yang terpancar jelas di sepasang mata Win seketika membuat Bright ciut. Haruskah ia melanjutkan ini semua?

Tapi pesan Bunda tiba-tiba kembali melintas dalam memorinya, nggak ada kata terlambat untuk minta maaf dan mengulang semuanya. Satu kali lagi Bright menghela nafas.

“Aku tau aku nggak pantas untuk melakukan ini semua, tapi semua orang nyuruh aku buat nyoba, satu kali lagi, karna nggak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki diri,”

Bright masih tersenyum, hatinya mendadak overwhelmed mengingat perjalanan dirinya dan juga Metawin sejak mereka masih duduk di bangku SMP.

Satu kata, indah. Metawin dan segala kisah yang sudah mereka bangun, indah.

“... and here i am now,”

Bright menelan salivanya susah payah. Lalu tubuhnya berbalik menghadap sebuah layar di tengah panggung. Tangannya bergerak merogoh saku celananya, mengambil sesuatu dari sana lalu memusatkannya ke arah layar.

Sebuah video berdurasi dua menit lebih pun berputar,

Membuat seisi ballroom hening mencerna apa yang sedang terjadi.

Sampai akhirnya sebuah pertanyaan di akhir video membuat beberapa orang bertepuk tangan riuh. Termasuk Nanon dan Pawat yang mulai tidak bisa diam di bangku mereka.

Bright mencengkeram mic di tangannya. Video buatannya sudah selesai, sudah mencapai detik terakhir durasi. Ini saatnya untuk ia berbalik, menatap Win yang sudah berkaca-kaca di posisinya.

Gugup, takut, semua bercampur jadi satu. Bright sudah terlanjur menantang maut dengan melakukan ini di depan banyak orang. Memecah dinding tegap tak kasat mata antara IPA dan juga IPS. Membuat para alumni membelalakkan mata.

Bright has crossed the line.

Tapi Bright tidak perduli, ini adalah kali terakhirnya untuk mencoba.

Sampai akhirnya ia kembali menengadahkan kepala. Menatap Win tepat di mata.

“Shalom, kalau kamu mau bilang ya untuk pertanyaanku di dalam video tadi, aku minta kamu untuk datang ke sini, berdiri di samping aku.”

“Tapi, kalau kamu bener-bener mau kita berhenti mencoba, kamu tetap diam di tempat kamu, jangan bergerak sedikitpun.”

Bright menghela nafas satu kali lagi, “aku akan tutup mata. Aku kasih kamu waktu tiga menit untuk berpikir. Apapun keputusan kamu, aku akan terima.”

Lalu Bright memejamkan mata. Benaknya berkecamuk melawan rasa takut, hatinya berdebar hebat luar biasa. Diam-diam Bright gemetar di posisinya.

Waktu terus berjalan, tapi Bright sama sekali tidak merasa ada kehadiran seseorang di sebelahnya. Sampai sekiranya waktu terus berjalan, Bright perlahan-lahan membuka pejaman matanya.

Nihil.

Tidak ada Win di sampingnya.

Tidak ada juga Win di posisinya semula.

Bright, takut.

“Elvino Bright Vincentius Lemuel,”

Bright, tertegun. Seluruh tubuhnya membeku.

Deru nafas halus menyapu tengkuknya.

Wajahnya pucat pasi.

Tapi sebuah tepukan di bahu berhasil membuat Bright mendapatkan kembali warasnya yang sempat hilang.

Dengan susah payah ia membalikkan arah tubuhnya, kini berhadapan dengan sosok Win yang semakin berkaca-kaca.

Ranum merah muda itu bergetar menahan haru.

Tapi sebuah anggukan justru sukses mencuri atensi Bright. Tanpa ragu, tanpa pertanyaan, tanpa kata, Win mengangguki permintaan maafnya. Mengangguki permintaan tulusnya.

“It's a yes for you.”

Suara Win bergetar, satu air matanya jatuh, “it will always be a yes for you.”

Satu kata, lega. Beban yang sebelumnya tersemat di bahu kanan dan kirinya seolah hilang entah kemana. Tanpa sadar, Bright ikut menangis.

Iringan instrumen romantis klasik mulai menggema, mengiringi kedua insan yang masih saling bertukar pandang.

Bright menunduk, pemuda itu terkekeh pelan.

Tidak ada kata selain bahagia yang mampu menggambarkan perasaan Win saat ini. Pemuda itu ikut tersenyum, tangannya terangkat mengusap pipi kiri Bright yang mulai dibanjiri air mata.

“Elvino, kan udah diterima lagi, kok masih nangis?” bertanya dengan anggun, walaupun dirinya sendiri juga masih menangis.

Bright semakin menangis, seperti anak kecil. Bahunya bergerak naik turun dengan cepat. Win tidak kuasa untuk maju selangkah lebih dekat, menarik sosok itu ke dalam pelukan hangat.

Win mengusap sayang punggung tegap Bright yang bergetar, “Elvino,”

“Thank you for asking me once again, thank you for never tired of trying… thank you for coming back to me.”

Bright susah payah melepas dekapan Win. Dengan wajahnya yang sudah merah dan sembab, Bright kembali mendekatkan mic ke mulutnya,

“A-absalom,”

“You are my teammate and my best friend. I simply could not ask for more perfect, reliable and loving person than you to hold such a key place in my life. Thank you for everything you do all this time…”

“Ever since you came into my life, you have made it infinitely better. For that, I really and truly can't thank you enough. I absolutely adore you and worship the ground that you walk on...”

“Thank you for being mine and trusting me, once again.”

. . .

SELESAI SUDAAAAAH!!! TERIMA KASIH SEMUANYA UNTUK WAKTUNYA MENGIKUTI LDR JURUSAN DARI AWAL SAMPAI AKHIR~ DITUNGGU FEEDBACK DARI KALIAN OKKKKKK SEKALI LAGI MAKASIH BANYAK SEMUANYA AAAAAAA NANGISSSSS SELAMAT TINGGAL AYANG PACAR!!!

JEYI // 210503.