After Party.

The extended version of my previous oneshot called “Before Party”.

tags: EXPLICIT CONTENTSㅡ car sex, handjob, cock!riding, chest play, nipple play, fingering, overstimulation, dirty talk (some use local porn words such k/n/t/l, t/i/t/t, s/p/o/n/g), unprotected sex 🔞 younger!top!bright x older!bot!win total words : 5k+ words. commisioned by : @b1b2heart


“Siap-siap diomelin masyarakat, kamu...”

Ada dominasi yang terselip di setiap penggal kata yang baru saja diucap. Tapi, kekehan yang muncul setelahnya sukses meyakinkan Bright kalau Win tidak serius dengan ucapannya. Pemuda yang sedang fokus mengemudi mobil pribadi milik kekasihnya itu hanya merespon dengan gumaman pelan, tangan kirinya aktif bergerak di atas setir kemudi sesekali menyentuh persneling dan tangan kanannya sibuk mengusap-usap dagu lancipnya sambil menikmati perjalanan.

“Masyarakat as in fans-fans kamu, atau masyarakat haus afeksi alias Mbak Giggie, Mbak Neen, Mbak Mild, Mas Tay sama Mas Joss?”

Win tertawa kecil, lantunan penuh rasa girang itu adalah salah satu hal kesukaan Bright. “Mereka bukan haus afeksi, Bright… cuma belum mau nyari pacar aja karna terlalu sibuk kerja, kerja dan kerja.”

“Ya, tapi kata-kataku barusan emang buat mereka sih, plus Kak Eed sama Kak Boy yang nggak tau deh ada dimana, jadinya kita nggak sempet pamit tadi.” sambung Win, yang tampak sangat menikmati pemandangan di sisi kiri jalan.

Bright bergumam lagi, “nanti chat aja, bilang kita terpaksa pulang duluan. Kalau ditanya alasannya apa, kamu diemin aja, Kak.”

“Hahaha,” Win mengalihkan pandangannya pada Bright, disisirnya penuh sayang surai hitam pacar kecilnya itu, “malu ya kalau aku bilang, kita pulang buru-buru karna kamu terlanjur horny pas kita dansa tadi?”

“Don't you dare, sayang...”

Win tidak lagi menyisir surai hitam sang kekasih. Telapak tangannya kini beranjak turun menyusuri wajah sempurna pemuda itu, bergerak pelan mengelus penuh sayang bagian wajah yang acap kali ia hujani dengan kecupan dan gigitan-gigitan kecil setiap kali merasa gemas.

“Kan kenyataannya emang begitu,” ibu jari Win bergerak mengusap sudut kiri bibir Brightㅡ dimana ada sebuah bekas luka yang terukir cantik di sana, “si adek nggak bisa tahan untuk bertumbuh dengan pesat, hahaha.”

“Glad that your lather jacket is long enough to covered that big baby and cute little birdy of yours.”

Damn, you're a dead meat, sayang… batin Bright, menahan nafsu.

Bright memutar setir kemudi ke arah kiri, memasuki sebuah jalan besar yang menghubungi jalan tol dengan jalan utama yang akan membawa mereka tiba ke kawasan private apartemen sang kekasih.

Setelah dirasa jalanan cukup lengang, Bright melirik Win yang ternyata masih menatap lembut ke arahnya.

Cantik. Bukan rahasia lagi jika kekasihnya itu memang cantik, luar biasa cantik. Surai hitam yang sengaja dibuat sedikit bergelombang spesial untuk menghadiri resepsi pernikahan Off dan Gună…ˇ sahabat Win di dunia showbiz, bentuk alis yang sempurna dan tebal, hidungnya yang mancung, bibir penuhnya yang kini terbuka sedikit, benar-benar mampu mendeskripsikan arti kata 'sempurna' yang cuma bisa Bright lihat tanpa harus repot-repot berbagi dengan yang lain.

Metawin Opas-iamkajornă…ˇ seorang aktor papan atas, yang dikenal dengan kepiawaiannya dalam memainkan peran protagonis. Lebih dari 9 film layar lebar secara ekslusif memintanya untuk menjadi bagian dari mereka dan tentunya menjadi pemeran utama, dengan susunan alur cerita yang membangun karakter seorang Pangeran berkuda putih dalam dirinya.

Roles sebagai orang jahat dan angkuh pun selalu bisa Win taklukkan dengan begitu baik. Pernah menjadi 2nd lead male dalam sebuah web series dan juga beberapa film layar lebar, Win dituntut untuk memainkan perannya sesempurna mungkin entah itu sebagai seorang pengkhianat, pembunuh ulung bahkan psikopat.

Yang orang-orang tahu, Win adalah seorang selebriti yang punya fanclub besar, yang rutin mendapat penghargaan di acara-acara besar sekelas Panasonic Gobel Award dan difavoritkan by any of big agencies and senior artists sehingga begitu banyak film dan series yang 'memakai' keahliannya.

Yang Bright tahu, Win adalah sosok pendamping yang penuh kasih sayang dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk hubungan mereka. Win yang terkadang suka malas-malasan di atas kasur ketika menikmati waktu senggang di hari libur, Win yang tidak suka tekstur nasi yang terlalu lembek, Win yang passionate dengan segala bentuk pekerjaannya dan Win yang binal di atas ranjang ataupun pangkuannya.

Ujung bibir Bright terangkat membentuk seringai, “Kak, kamu diem-diem juga pengen cepet cabut dari hall karna udah terlanjur horny, 'kan?”

Win terkekeh sambil mencubit gemas pipi Bright. Bibir bawahnya mencebik penuh ledekan, “enggak, tuh? Kontrol diriku lebih bagus ya dibanding kamu, wleee...”

“Masa?” Bright balas menggoda si yang lebih tua. Pemuda itu menaruh tangan kanannya di atas setir kemudi, sedangkan tangan kirinya beranjak menuju pusat tubuh Win yang terbalut celana bahan, lalu meremasnya kencang, “kalau kamu nggak horny, so why is it getting bigger?”

“HAHAHA Bright,” Win menarik tangan Bright menjauh dari pusat tubuhnya, melempar tangan si pemuda agar kembali menyentuh setir kemudi. “Jangan remes-remes dulu ish, you're driving now.”

Win dengan 'versi' seperti ini, adalah Win yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. It's his privilege, hehehe.

“Driving you crazy, Kak?”

Dan Win cuma bisa terkekeh pelan. Selebriti papan atas itu kembali duduk dengan benar di posisinya, tangan kiri berpangku di sisi jendela sambil ujung jari telunjuknya bergerak halus di sepanjang daguă…ˇ kembali menikmati perjalanan.

Butuh waktu sekitar 10 menit lagi untuk tiba di pelataran tower apartemen pribadi Win. Dan ketika hening kembali mendominasi suasana di dalam mobil, ponsel milik Win yang sedari tadi tersimpan di sebuah tas kecil berdering nyaring. Cepat-cepat ia buka tasnya dan mengambil ponselnya.

Giggie is calling…

Bukannya langsung mengangkat panggilan sahabatnya itu, Win malah tertawa kecil lalu memperlihatkan layar ponselnya yang menyala pada Bright. Mau tidak mau, si yang lebih muda kembali mengalihkan atensinya dari jalanan di depan untuk melirik ke arah samping.

“Mbak mu ini bentar lagi mencak-mencak deh...”

“Jangan diangkat, Kak,” sahut Bright, kembali fokus mengemudi. “Pasti beneran mau marah-marah karna kita pulang nggak pakai pamit.”

Lantas Win dengan terpaksa mendiamkan panggilan tersebut. Bukan, bukannya Win lebih memprioritaskan sang pacar non showbiz-nya ini ketimbang Giggie yang berstatus sebagai sahabatnya di dunia keartisan. Win hanya malas untuk mengusik momen yang sudah terlanjur terbangun malam ini, rasanya bertukar rindu 20 menit di dalam mobil before party saja tidak cukup, maka momen after party keduanya kali ini tidak boleh ada yang ganggu.

Dan lagi, Giggie pasti cuma akan menanyakan keberadaannya yang tiba-tiba menghilang dari wedding ballroom, ya walaupun pasti akan sedikit dibumbui drama tapi mau bagaimana lagi… ia dan Bright sudah terlanjur dekat dengan tower apartemen pribadinya.

“Alright, berarti nerima omelannya Giggie besok aja, ya?”

Bright berdecak pelan, “yakin nih aku, pasti kamu nggak bakalan belain aku lagi kalau besok aku diomelin mbak Giggie.”

“Iya lah… aku ngebelain kamu hari ini aja, besok-besok bukan giliran kamu lagi,” sahut Win penuh canda, “bujukin Giggie mah gampang, beliin aja menu breakfast McDonald's nanti dia juga diem.”

Bright cuma terkekeh ringan, lalu suasana kembali hening. Kepala Win sesekali mengayun mengikuti irama lagu dari radio yang volumenya sengaja dibuat kecil. Bright, fokus mengemudi sampai akhirnya bangunan tower apartemen tempat Win tinggal mulai terlihat.

“Kamu nginep, 'kan?” tanya Win, ketika mobil mulai memasuki area parkir apartemen.

Bright bergumam, “iya, Kak,” tangannya memutar setir kemudi ke arah kanan, “paling aku balik ke apartemenku besok malem.”

“Oke...”

Mobil mewah milik Win melaju ke arah lantai 2, sedangkan lantai unit apartemennya berada di lantai 16. Biasanya, Bright akan parkir di antara lantai 7 atau lantai 8 sehingga mereka akan masuk ke tower lewat sebuah pintu kaca yang bisa terbuka otomatis yang menghubungkan gedung parkiran dengan sebuah restoran yang bersebelahan dengan spa and lounge bar.

Tapi ini sudah lantai ke-12 dan belum ada tanda-tanda Bright akan menghentikan laju mobil.

Satu mata Win memicing bingung, lalu ditatapnya si pacar kecil, “kok tumben naik naik terus?”

“Langsung aja parkir yang selantai sama unitmu, Kak. Biar nggak usah naik-naik lift lagi.”

“Okeee,” kemudian Win melirik pada pusat tubuh Bright, “malu ya kalau keliatan orang lagi ereksi gitu?” bingo!!! Memang kenyataannya, Bright sengaja parkir di lantai 16 karena pemuda itu sudah terlanjur ereksi.

Bright tidak langsung menjawab. Matanya sibuk menelisik ke kanan dan kiri, mencari spot parkir yang menurutnya paling baik. Sampai seuntai desahan tidak sengaja lolos dari belah bibirnya, cengkeraman jari-jemarinya pada setir kemudi menguat, “ahhh, fuck...”

Ternyata Win si pelaku utama. Lelaki manis itu terkikik geli sambil menangkup telapak tangannya di pusat tubuh Bright, meremasnya sesekali.

“Dari kapan berdiri gitu tititnya, hm?”

Win yang suka ngomong kotor ketika berbagi keringat… that's his privilege as well.

Bright menggeram, “aku parkir dulu, Kak.” tapi Win masa bodoh. Atensinya boleh teralih memandang sepinya gedung parkiran, tapi tangannya sama sekali enggan berhenti untuk bermain-main di sekitar selangkangan pacar kecilnya itu.

“Kak...”

Win tetap tidak perduli. Tidak hanya meremas, jari-jari panjang milik Win sesekali mengelus pusat yang mengeras itu dari luar.

“Jadi dari tadi kamu udah ereksi? Kenapa nggak bilang? Kan bisa aku kasih handjob...”

“Sejak kamu ngeledek aku pakai kata-kata kotor andalan kamu tadi, Kak, shhhhㅡ” Mobil pun tidak lagi melaju secepat sebelumnya, “biarin aku parkir dulu, oke?”

Alright, alright. Tidak mau mengerjai pacarnya itu lebih lama, akhirnya Win menarik tangannya menjauh. Ia melirik Bright yang tampak sedang mengatur nafasnya yang mendadak ngos-ngosan, lalu tanpa rasa bersalah ia kembali berujar, “di pojok aja, Bright. Tuh, kosong.”

Bright cuma bisa geleng-geleng kepala. Win meminta parkir di bagian pojok yang jauh dari jangkauan orang? There's something going on in his brain right now, karena biasanya Win lebih suka kalau mobilnya diparkir di dekat pelataran pintu masuk.

Ya sudah, Bright bisa apa selain menuruti perintah kekasihnya. Masih dengan pikiran yang sesekali terasa akan meledak, Bright melajukan mobil mewah Win menuju spot kosong yang tadi sempat ditunjuk oleh si pemilik mobil.

“Bright,”

Yang dipanggil lantas menoleh, bingung. Pergerakannya untuk membuka seatbelt berhenti mendadak, satu alisnya bertaut penuh kuriositas

“Move to the back, right now.”

Bright jelas semakin dibuat bingung. Bukannya langsung menuruti perkataan Win, Bright malah menyandarkan kembali punggungnya dengan nyaman di sandaran kursi kemudi.

“Mau ngapain, Kak?”

Tanpa permisi, Win melirik pusat tubuh Bright untuk yang kesekian kali. “Mau boboin adek kamu dulu.”

Bright jadi curiga, jangan-jangan ada obat perangsang nyasar yang tadi masuk ke dalam gelas minuman yang dinikmati Win selama di ballroom. Oke, Bright tidak memungkiri kalau Win memang selalu vokal ketika mereka sedang melakukan seks, dimanapun itu. Tapi, pacarnya itu tidak pernah sebinal ini apalagi untuk mengajak lebih dulu… Win is bad at doing that.

Tapi Win yang sekarang duduk di sampingnya dengan sepasang mata sayu penuh dominasi, sukses membuat Bright beberapa kali menahan nafas, bingung dengan keagresifan yang tiba-tiba menguasai diri.

Bright memiringkan wajahnya, memandang yang lebih tua dengan lembut, “nanti aja di kamar, Kak. Di sini sempit, aku takut bablas kayak tadi.”

“Makanya aku minta kamu pindah ke bangku belakang sekarang. Seenggaknya di belakang lebih luas daripada di single seat kayak tadi. Susah ngangkangnya tau...”

Fix ini mah. Ada obat perangsang yang meracuni minuman sang kekasih.

“Kamu kayaknya lagi di bawah pengaruh obat perangsang deh, Yang…”

Win tertawa keras, kepalanya menggeleng, “ngaco ya kamu.”

“Aku serius??? Aku beneran curiga, kamu mendadak kayak kucing lagi birahi gini, aku takut, Kak???”

“You and your unpredictable mind,” kata Win sambil menangkup wajah tirus Bright, membawa pemuda itu untuk mengikis jarak antara keduanya, “kayaknya aku mulai suka agenda kita having sex di mobil, deh?” sambungnya.

Win akan 1000 kali lipat menjadi lebih seksi ketika terang-terangan bicara soal agenda seks mereka. Ujung bibir Bright terangkat membentuk seringai, “oh, oke oke aku ngerti. So are we going to have some fun again here?”

Kepala Win mengangguk penuh antusias. Bibirnya mengulas senyum puas sebelum akhirnya ia tempelkan bibir penuhnya di bibir sintal si pacar kecil.

“Tapi aku mau kita pindah ke belakang,” ujar Win seraya melirik bangku penumpang bagian belakang yang kosong, “kita bisa coba banyak gaya nantinya, ya?”

Yang lebih muda terkekeh ringan. Tangannya dengan jahil menjawil hidung mancung Win dan membuat lelaki itu mengaduh kecil. “Nakalnya...”

“But i love it when you're being brave like this.” lalu Bright merengkuh tengkuk Win dan menyatukan bibir keduanya.

Pergulatan bibir yang selalu sukses membawa mereka seolah terbang ke langit ke-7. Bright dengan lihainya melumat bibir atas Win, menyalurkan rasa rindu dan nafsu yang bercampur jadi satu. Lidahnya sesekali ia julurkan, menyumbang sensasi basah di atas ranum manis si kekasih hati.

Win tentu tidak tinggal diam dan cenderung aktif untuk mengambil alih pagutan panas keduanya. Bibirnya mengulum bibir bawah Bright yang terasa begitu pas di dalam jangkauan ciumannya. Sesekali juga Win membuka mulut, memancing si yang lebih muda agar memasukkan lidahnya lalu saling membelit menjemput nikmat.

“Shhhhㅡ,” Win mulai kewalahan.

Bright bukanlah seorang aktor ternama. Pemuda itu bahkan enggan untuk menunjukkan eksistensinya di depan kamera para wartawan dan amat sangat tidak menyukai flash light. Bikin sakit mata aja, begitu katanya.

Kehidupan seorang Bright Vachirawit Chivaaree jelas berbanding terbalik dengan kehidupan Win, yang namanya sedang digandrungi hampir seluruh orang di penjuru negeri.

Tapi kemampuan berciuman seorang Bright, sudah bisa dikatakan sekelas dengan bintang-bintang film dan dokumentasi porno yang ratingnya 11/10 di mata para penikmatnya.

Win tidak pernah tahu bagaimana Bright bisa jadi sehandal ini. Dari mana dan bagaimana caranya bagi pemuda itu untuk mengasah kemampuan berciumannya pun Win tidak tahu. Tapi Win tidak mau mempermasalahkan, selama ciuman Bright yang penuh dominasi dan sarat akan agresivitas ini eksklusif hanya untuknya, then it's called Win's privilege, hehehe.

Bright menyudahi kulumannya di bibir atas dan lidah Win, lalu mendaratkan tiga kali kecupan manis di permukaan ranum merah muda itu.

Win membuka pejaman matanya. Sorot seduktif penuh hawa nafsu terlihat jelas di sepasang obsidian hitam si kekasih hati.

“Is it okay if we do that here?” Bright bertanya-tanya, sembari melirik ke segala arah di parkiran untuk memastikan bahwa tidak ada kehidupan di sana.

Bright kembali melirik Win, “nggak mau di dalem aja? For our own safety, apalagi kamu, Kak.”

“Tadi di venue sempet disamperin sama beberapa media, 'kan? Kamu ditanya-tanya seputar film yang bakalan tayang bulan depan?” Bright terdengar khawatir, “aku takut aja kalau ternyata ada yang ngikutin kita sejauh ini. Orang-orang taunya kamu single, bisa bahaya kalau nanti ada skandal kamu ketahuan having sex sama non-showbiz kayak aku gini di tempat umum.”

Perhatian dan rasa khawatir Bright mampu membuat hati Win menghangat. Jika ia bisa, dirinya akan dengan terang-terangan flexing ke seluruh dunia kalau dia punya pacar yang lucu, menggemaskan, penurut, baik hati dan tampan seperti Bright.

Tapi sayangnya mereka hidup di negara yang tabu dengan hubungan yang sedang ia jalani bersama Bright. Sedikit banyak Win paham ketakutan Bright, ibarat kata… mereka adalah sebuah ketidakmungkinan yang dipaksa untuk menjadi mungkin.

Win juga tidak sampai hati untuk membuat fans-fansnya kecewa.

Tapi bisakah ia membedakan kedua semesta itu? Antara Brightă…ˇ pacarnya, dan juga kehidupan penuh atensi miliknya di dunia keartisan?

Win ingin hidup dengan normal. Alhasil, ia mengesampingkan semua hasratnya untuk mengiyakan kekhawatiran sang kekasih. Daripada menambah bahan untuk khawatir, lebih baik Win menghabiskan malam bersama Bright dengan cara yang menyenangkan, bukan?

Lantas ditangkupnya satu kali lagi wajah Bright, dielusnya penuh rasa sayang pipi kanan dan kiri pemuda itu, “berapa kali Kakak harus bilang ke kamu kalau setiap Kakak lagi sama kamu, Kakak bukan artis yang sering kamu liat di televisi?”

Jika Win sudah menyebut dirinya sendiri dengan panggilan 'Kakak', maka lelaki itu... lebih dari sekedar serius.

Bright menelan ludahnya susah payah, “t-tapi, Kak,”

“Kakak mungkin nggak akan bisa minta kamu buat berhenti mandang Kakak sebagai seorang artis, yang punya boundaries sama kamu, tapi satu hal yang harus kamu tau Bright, kamu itu spesial, kamu segalanya buat Kakak dan biarin urusan dunia keartisan dan segala resikonya itu jadi beban dan tanggung jawab Kakak. Kamu nggak usah mikirin itu semua.”

Sorot penuh nafsu di mata Win berubah jadi teduh, sendu.

“Kamu cukup jadi diri kamu sendiri kalau kamu lagi sama Kakak, oke?”

Bright selalu percaya pada Win. Kekasihnya itu selalu sungguh-sungguh dengan ucapannya. Kepalanya lantas mengangguk penuh keyakinan, “sorry, i didn't mean to hurt you with my words, Kak.”

“It's alright, sayang,” lalu Win kembali melirik ke bangku belakang, “bisa kita lanjut sekarang?”

Oke, oke… Jika Win bilang tidak apa-apa untuk mereka having sex di dalam mobil dan di parkiran apartemen, then it's okay.

Bright mengangguk. Win memundurkan tubuhnya, kembali ke posisi semula. Keduanya sama-sama membuka seatbelt yang melingkari tubuh mereka, lalu Win melompat ke bangku belakang lebih dahulu.

DUGGGG... ARGHHHă…ˇ,

Ups, ternyata kepala Win tidak sengaja bertabrakan dengan langit-langit mobil. Bright yang masih duduk di balik setir kemudi tertawa kecil melihat pacarnya itu meringis kesakitan.

Sepersekian detik berikutnya, Bright ikut melompat ke bangku belakang. Win yang masih mengelus-elus kepalanya menyempatkan diri untuk mengatur posisiă…ˇ lelaki manis itu membawa tubuh tingginya duduk bersandar di pintu mobil, membiarkan Bright menguasai bagian kosong yang lainnya.

Win spontan melebarkan kakinya begitu Bright maju dan mendekat. Si yang lebih muda membungkukkan sedikit tubuhnya, lalu mengelus kepala Win yang baru saja terantuk langit-langit mobil.

“Sakit, ya?”

Kepala Win mengangguk lugu, “katanya sih, kalau dicium bisa cepet sembuh!” sahutnya.

Bright menatap Win with his most i've done with all of ur shit face, membuat si yang lebih tua terkikik geli, “cium donggg...”

Oke, oke… Bright menyerah. Kayaknya, beberapa menit lalu Win baru saja mendominasi suasana. Tapi coba lihat sekarang… Lelaki itu justru terlihat sedang menjelma menjadi anak kecil yang baru saja jatuh di depan rumah lalu merengek minta diberikan permen pereda rasa sakit.

Bright akhirnya mencium satu titik di kepala Win. Cukup lama, lalu melepasnya dan sengaja tidak beranjak terlalu jauh agar wajahnya bisa berhadapan di jarak yang cukup dekat dengan wajah sang pujaan hati.

Bright menatap Win dengan tatapan penuh rasa sayang. Tangan kirinya bertumpu di bangku, sedangkan tangan kanannya mulai sibuk membelai pipi halus si selebriti.

“Cantik,” katanya, lalu elusan tangannya turun menjamah ranum merah muda milik Win. “Cantiknya aku, cantiknya Bright.”

Seakan terlarut dalam suasana, Bright kembali memajukan wajahnya. Mengikis habis jarak di antara mereka, mengajak Win untuk sama-sama menutup mata.

Lalu kedua bibir itu kembali bertemu dalam satu pagutan lembut. Win menaikkan tangannya, bermaksud untuk memeluk leher Bright, membawa pacarnya itu mendekat, semakin dekat, lebih dekat.

Bright mengecap bibir atas dan bawah Win bergantian, mulai memperlihatkan sisi dominannya yang begitu kuat.

Win mendesah, “mhhhhㅡ,” agak tertahan karena dirinya sendiri terlalu asik berusaha untuk mengimbangi tempo yang dipimpin oleh Bright.

Bright mencium, menghisap, melumat dan menggigit sesekali bibir atas Win, memancing agar si lelaki manis mau membuka mulutnya.

Tapi seakan-akan tidak mau pasrah begitu saja, Win memutuskan untuk bermain-main sebentar. Ia enggan membuka mulutnya, terus membiarkan Bright berusaha untuk membelah ranumnya yang kian rapat.

Dapat Win dengar, Bright berdecak di sela ciumannya.

“Kak...”

You just have to beg like that, Bright… dan akhirnya Win membuka bibirnya. 100% pasrah begitu Bright mulai mengeksplorasi bagian dalam mulutnya.

Bright semakin menurunkan tubuhnya. Lidahnya bergerilya masuk mengecap sisi-sisi mulut sang kekasih, beralih menjilat deretan giginya dan berakhir menggoda ujung lidah Win untuk berdansa mengikuti irama.

“Shhhh,” Win adalah satu-satunya yang lemah untuk mengontrol desahannya. Aktivitas Bright di dalam mulutnya mampu membakar gairah dan menaikkan level birahinya ke titik yang lebih tinggi.

Win menjalarkan jari-jemarinya di surai hitam Bright. Meremas rambut yang kini berantakan dalam tangkupan tangannya. Bahkan ketika Bright dengan jahil menggigit lidahnya, bukannya meringis kesakitan Win justru menjambak rambut Bright.

Menyalurkan rasa nikmat yang mulai membara lewat setiap sentuhan ujung jarinya di helai demi helai rambut si yang lebih muda.

Bright memundurkan sedikit wajahnya, kembali melumat bibir atas Win dengan cepat.

Satu telapak tangan Win sibuk meremat surai hitam Bright, sedangkan telapak tangan yang lain kini mulai turun menjamah tengkuk sang kekasih. Win memainkan ujung jari telunjuknya di tengkuk Bright, membentuk pola abstrak yang sukses membuat Bright menggeram berat di sela lumatannya.

Bibir Win sendiri sibuk memuaskan bibir bawah Bright; mengulum dan menghisap adalah keahliannya.

Gerakan tangan si lelaki manis semakin lama, semakin turun, kini berhenti tepat di bahu Bright yang masih dilapisi oleh tebalnya sebuah jaket kulit berwarna hitam.

Win mengelus bahu Bright seduktif, jari-jemarinya sesekali mencengkeram bahu lelakinya itu sebagai pelampiasan rasa nikmat yang membuncah.

Merasa sudah membutuhkan pasokan oksigen, Bright tanpa aba-aba melepas ciumannya. Win secara spontan mengais udara banyak-banyak, lalu nafasnya seolah tercekat ketika ia rasakan bibir Bright mulai menjamah beberapa titik di lehernya.

Awalnya Bright hanya membubuhi kecupan di perpotongan leher Win, tapi semakin lama bibirnya justru memberikan hisapan yang sukses membuat si yang lebih tua tersentak sampai menarik jaket kulit yang dipakai Bright kuat-kuat.

“Ahhhh, shhh, Bright,”

Semakin dihisap, semakin gila Win dibuatnya.

Kedua tangan Bright diam-diam menelusup ke bagian bawah punggung Win, memeluk lelakinya itu erat. Bibirnya masih terus melanjutkan aksi; mengecup, menghisap dan sesekali menggigit kecil kulit leher Win yang semakin memerah.

Bright mengelus sensual punggung Win yang terbalut kemeja putih, lalu bibirnya bergerak mengecap setiap jengkal kulit Win mulai dari leher, rahang sampai ke cuping telinga.

Seuntai desahan berat lolos dari belah bibir Bright, “kamu tau nggak sih Kak, kalau kamu itu,” terdapat jeda di ujung kalimat, Bright membuka mulutnya kemudian meraup daun telinga Win untuk dikulum sampai basah.

Win gemetaran. Bright benar-benar sudah hafal di luar kepala titik mana saja yang jadi titik sensitif di tubuhnya. Daun telinga Win dijilat, dibasahi dengan air liur, “the best gift that God ever gave to me.”

Gila. Ini gila. Win semakin bergerak tidak karuan di bawah kungkungan tubuh Bright. Pemuda itu mendorong punggungnya akan semakin naik, semakin menempel dengan bagian depan dari tubuh pemuda itu.

Bright masih terus mengelus punggung Win, sambil membawa bibirnya berkelana menyicipi tengkuk lelaki itu.

“B-bright,” susah, terlalu sulit rasanya untuk mengucap sepatah dua patah kata di kondisi seperti ini.

Yang dipanggil hanya berdehem pelan, bibirnya asik menghisap kuat kulit di tengkuk Win, membuat si selebriti merinding sebadan-badan.

Bright sengaja menghembuskan nafas di tengkuk Win, “lanjutin, kamu mau ngomong apa, Kak…”

“Mmmhhh, ahhhㅡ” sepertinya Bright sengaja menyiksanya. Perpotongan leher Win adalah target berikutnya. Bright mengendus ringan di sana, sebelum akhirnya ia buka bibirnya dan mulai menciumi kulit rentan kekasihnya itu.

Ciuman kini berubah jadi hisapan kuat.

“Don't leave marks,”

Bright mengangguk cuek di tengah aktivitasnya yang sedang menikmati leher Win.

Win tidak kuasa untuk tidak menyalurkan hasratnya di beberapa bagian di tubuh Bright. Tangannya beberapa kali meremat kuat bahu dan lengan si pemuda, kemudian kembali menemukan jalannya untuk tiba di surai hitam Bright.

Win meremat rambut tebal Bright, desahannya kembali lolos tanpa permisi, “Ahhh, B-bright,”

“I miss you, Kak,”

Keduanya kini saling bertatapan. Win membingkai wajah Bright dengan kedua tangannya, mengelusnya lembut sebagai tanda sayang.

Win mengangguk, lalu dibawanya mendekat wajah Bright sampai bibir keduanya kembali bertemu dalam sebuah ciuman panjang.

“Ssshhh, stop,” Win mendorong pelan tubuh Bright. Matanya turun menelisik busana yang masih melekat sempurna wajah semampai sang kekasih.

Bright terlihat begitu sempurna dengan tampilan modis seperti ini. Kemeja hitam yang dibalut dengan jaket kulit sukses membuat pemuda itu tampak seperti artis rookie yang baru saja menjajaki dunia showbiz.

Sepertinya, seuntai pujian untuk pemuda itu sounds really good.

Win mengelus sensual bagian dada bidang Bright, “you looks good in this outfit,”

Yang dipuji tersenyum tipis, ia tahu kemana arah pujian itu akan berlabuh. Bright memilih diam, membiarkan Win untuk meneruskan kalimatnya.

Tangan Win bergerak menuju bahu Bright, kembali diremasnya bahu bidang si yang lebih muda seraya matanya ia bawa untuk bertukar pandang dengan sepasang obsidian hitam milik Bright.

“But will be more good and perfect with no outfits.”

See? Metawin dan seribu satu kamus gombalan kotornya.

Kepala Bright mengangguk ringan, dikecupnya lengan Win yang masih asik mengelus sensual bahu bidangnya.

“May i take them off now?” tanya Bright.

Kali ini giliran Win untuk mengangguk. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum seperti bulan sabit, “yes, please...”

Dan dalam hitungan detik, Bright mulai melucuti helai demi helai fabrik yang melekat di tubuhnya. Pemuda itu melempar asal jaket kulitnya ke bangku depan, begitu juga dengan kemeja hitam yang dipakainya.

Win yang belum bergerak dan hanya menikmati setiap pergerakan Bright kini mulai gusar. Cuma membuka baju, tapi kenapa Bright terlihat begitu seksi?

Insting gilanya pun berfungsi. Sambil menunggu Bright selesai menelanjangi dirinya sendiri, Win memilih untuk menyalurkan nikmat lewat pusat tubuhnya.

Ya, Win menyentuh penisnya. Mengelusnya pelan sambil mendesah sesekali, berusaha mendistraksi Bright agar melirik ke arahnya.

Win meremas kejantanannya dari balik celana bahan, “mhhh, so good, Bright…”

Dan Bright tidak kuasa menahan tawa. Tinggal satu langkah lagi, lalu Bright sudah telanjang seutuhnya.

Satu tangan Win yang bebas mulai menggerayangi dadanya sendiri. Meremas puting kiri dan kanannya bergantian, mengejar nikmat sesuai dengan versinya.

Pandangan mata Win refleks mengarah pada penis Bright yang mengacung tegak. Besar, panjang, bersih dan tampak memerah karena terlalu lama terdesak tanpa ada kebebasan.

Tanpa sadar ada air liur yang menetes dari sudut bibir Win. He loves what he is seeing right now.

“Halo, adik kecil,”

Bright terkekeh, sambil menghadapkan tubuhnya ke arah Win. Jantung Bright berdegup tidak karuan saat sorot mata Win menatap penisnya dengan penuh nafsu. Bright bahkan sangsi kalau Win menyadari ada saliva yang mulai meninggalkan jejak di dagu dan lehernya.

Bright menyentuh penisnya yang berdiri tegak. Menangkupnya dalam sebuah genggaman kuat, lalu mengurutnya sambil menggeram nikmat.

“Mmhhhㅡ,”

Win agak sensi, kenapa Bright main sendiri?!

Lantas Win mengalihkan pandangannya dari penis Bright ke sepasang mata pemuda itu. Siapa sangka, ternyata Bright tengah menatapnya dengan sorot yang dipenuhi kabut nafsu?

Masih sambil mengurut penisnya sendiri, Bright berkata, “kenapa, kak? Mau?”

Tanpa ragu, Win menganggukkan kepalanya.

“Coba minta yang bener dong, sayang. Kamu mau apa, Kak, bilang yang jelas biar aku ngerti.”

Damn you, Bright…

Seakan-akan penis Bright punya magnet tak kasat mata, Win kembali memusatkan seluruh atensinya pada penis yang semakin membesar ketika diurut itu. Bahkan Bright sesekali memainkan ibu jarinya di lubang kencing yang tampak terbuka. Bright membuat gerakan memutar di kepala penisnya, “ahhh, go ahead, Kak… ask me nicely.”

“B-bright,”

Bright mulai mengocok pelan penisnya, “iya, sayang?”

“M-may i…?”

Satu alis Bright bertaut, pura-pura bingung, “boleh apa, Kak? Aku nggak ngerti.”

“Boleh aku yang puasin kontol kamu?”

That's it. Win meminta hak-nya dengan sangat manis.

Bright mengangguk, kemudian lututnya merangkai memenjarakan tubuh Win di bawah dominasinya.

“Kocokin kontol aku, Kak.”

Dan Win langsung menurut. Lelaki itu dengan sigap meraih penis Bright dan mengelusnya sebentar. Besar, ukurannya begitu tepat dan sempurna dalam genggamannya.

Win mulai menggerakkan tangannya, bergerak naik – turun – naik – turun memanjakan penis tegang Bright.

“Shhhh, enak, Kak, terus... ”

Kocokan tangan Win pada penis Bright semakin cepat. Ibu jarinya menyentuh lubang kencing Bright yang terbuka, menekan-nekan penuh antusias, lalu bergerak melingkar di sepanjang lingkar kepala penis itu.

Win memperlambat tempo kocokannya saat dirasa penis Bright kian membesar. Lelaki itu mengurut batang penis Bright, kemudian jari-jemarinya yang panjang bergerak turun menjamah dua bola kembar yang sedari tadi berteriak meminta atensi.

Diremasnya bola kembar itu sampai membuat Bright mengerang penuh rasa nikmat.

Cairan pre-cum mulai mencuat. Win mencuri sedikit cairan bening itu lalu melumurinya di sepanjang penis Bright.

“Kak, udah mau nyepong atau masih mau ngocokin kontol aku?”

Dirty talk Bright adalah yang terbaik. Diam-diam Win mengulas senyum tipis, dan dengan berbekal ilmu yang dapat dipastikan akan membuat Bright semakin dikuasai nikmat, Win mempercepat kocokannya.

“Gemesnya adik kecil kesukaan Kak Win.” Damn, Bright's dick is actually twitching.

Listening to Win's talk along with the dick is just so euphonious, setidaknya itu yang dirasakan Bright.

Win menaikkan pandangannya, membalas tatapan Bright yang sudah memasuki fase gawat darurat.

Masih sambil mengocok penis Bright, Win berujar, “oke, sini aku mau nyepongin si adek.”

WELL, FUCKKKKK!!! Bright menangis menahan gemas dalam hatinya.

Lalu Win melepaskan tangannya dari penis si yang lebih muda. Win mengatur ulang posisi tubuhnya, ia turunkan sedikit posisi duduknya sampai sekiranya wajahnya kini sejajar dengan penis Bright yang masih mengacung tegak.

Bright merangkak semakin dekat, pemuda itu tepat berada di atas tubuh Win dengan penis menjulang yang kini menyentuh permukaan bibirnya.

Bright sengaja tidak langsung memasukkan penisnya ke dalam mulut Win. Pemuda itu menggerakkan penisnya ke kanan dan kiri, menggesek lembut di sepanjang wajah si lelaki manis.

Seuntai desahan kecil lolos dari belah bibir Win, diam-diam lidahnya terjulur berusaha menggapai si adek kecil kesayangannya.

Bright menekan-nekan penisnya tepat di depan bibir Win yang sedikit terbuka.

“Eh, eh, wait, Kak,” namun pergerakannya berhenti.

Win yang awalnya sedang sibuk mengecap penis Bright langsung membawa tatapannya ke atas, memandang Bright yang tiba-tiba menarik penisnya menjauh.

Satu mata Win memicing bingung, ada tanda tanya tak kasat mata yang tersampir di dahinya.

“Sariawan kamu belum sembuh, 'kan? Nggak deh nggak, aku nggak mau kamu makin sakit.”

Win merenggut kesal, “sedikit aja ya, ya, ya?”

Bright menggeleng, tapi Win masa bodoh dan malah memajukan wajahnya untuk menggapai penis Bright. Dengan segenap kenekatan yang ia punya, Win menjulurkan lidahnya. Bermaksud untuk menjilati objek kesukaannya, tapi sayang Bright tetap berpegang pada kata-katanya.

“Kak, shhhh, enough,” katanya.

Keduanya masih saling bertukar pandang. Win terlihat merajuk dengan bibir mengerucut juga mata berkaca-kaca.

Bright tahu betul, rasanya dijatuhkan ketika sedang tinggi-tingginya sangatlah tidak enak. Win bahkan seolah enggan untuk terus menatap mata Bright, lelaki manis itu beralih memalingkan wajahnya dan menatap ke arah lain.

Seuntai helaan nafas berat lolos dari belah bibirnya. Bright menangkup wajah Win dan mengelusnya sayang, membawa wajah manis itu untuk kembali menatap ke arahnya.

Sambil terus mengelus pipi halus Win, Bright berujar, “masih banyak yang bisa kita lakuin selain itu. Aku nggak mau kalau sariawan kamu nggak sembuh-sembuh, Kak, nanti kamu nggak bisa makan dengan nyaman.”

Win, masih diam.

Tahu bahwa kekasih cantiknya itu masih merajuk, Bright pun kembali menjalankan aksi jitunya. Ia bawa tubuh telanjangnya mundur, lalu ia dekatkan wajahnya pada wajah Win.

Hidung mancung keduanya saling bergesekan, “biar nggak ngambek aku mainin aja dadanya mau, ya? Foreplay nya diganti itu nggak apa-apa ya, Kak?”

Ah, Bright nggak asik! Ditawari seperti itu, Win mana bisa menolak?

Lantas dengan malu-malu, Win menganggukkan kepalanya.

Bright mencuri satu kecupan di bibir Win, lalu perlahan-lahan ia lepas satu persatu kancing dari kemeja putih yang melekat di tubuh si selebriti.

Win pasrah, ia membiarkan Bright bekerja sembari tangannya bermain-main di surai hitam Bright. Memberikan elusan penuh antusias.

Bright tidak melepas kancing kemeja yang dipakai Win secara keseluruhan. Hanya beberapa, tapi cukup membuat bagian dada sang kekasih terekspos begitu jelas, seksi.

Win masih memainkan jari-jarinya pada helai demi helai rambut Bright, bahkan ketika Bright mulai meraup puting kanannya, Win tetap menggerayangi surai hitam si yang lebih muda dengan tangannya.

Win menatap Bright yang sedang fokus mengulum puting kanannya. Satu tangan Win menyentuh tengkuk Bright, sebuah elusan yang direpetisi ia lakukan di sana.

“Shhhh, terus, B-bright,”

Merasa diberi lampu hijau, Bright semakin meraup puting kanan Win yang sudah mengeras. Lidah Bright sesekali terjulur, menjilati noktah kecoklatan itu sampai membuat Win mengerang berat.

“Mmhhh,” Win masih menahan desahannya, Bright mulai menggigit kecil noktah yang kian membesar dalam mulutnya.

Tidak mau membiarkan dirinya merasa nikmat seorang diri, Win pun berinisiatif untuk mempertemukan pusat tubuh keduanya. Bright yang sudah polos tak berbusana dan Win yang masih mengenakan celana lengkap.

Meski begitu, selatan tubuhnya juga sudah mengalami ereksi.

Win menggesekkan pusat tubuhnya tepat di bawah pusat tubuh Bright. Membuat mulut yang sedang sibuk mengulum puting kanannya itu secara gamblang meloloskan desahan.

Win terkekeh kecil. Lelaki itu terus menggesekkan penisnya dengan penis Bright, lalu si yang lebih muda kembali fokus untuk menikmati bagian dada Win yang termasuk besar untuk ukuran seorang laki-laki.

Win masih terus bergerak menggesek, tangannya juga masih meremas surai hitam Bright, menyalurkan rasa nikmat.

Matanya sesekali memejam, apalagi ketika Bright dengan kuat menghisap putingnya. “Ahhh, Bright,”

Win semakin gila di bawah sana. Ia bahkan beberapa kali sengaja menekan penisnya pada penis Bright untuk membakar gairah si yang lebih muda.

Diam-diam, Bright keenakan dibuatnya. Matanya yang sejak tadi memejam kini mengerjap beberapa kali. Tubuhnya mulai didominasi dengan nafsu.

Bright menggigit kecil bibir bawahnya, gila, ini benar-benar gila.

Masyarakat di luar sana mana tahu kalau Win yang mereka puja-puja adalah seorang budak cinta yang handal dalam urusan memuaskan hasrat seksual pasangannya?

“Ahhhh, shhhhㅡ”

Lantas ketika dirasa putih hampir datang, Win mendorong wajah Bright menjauh sampai mulut pemuda itu tidak lagi menyatu dengan puting kanannya. Dengan perasaan bingung Bright melayangkan satu pertanyaan, “kok dilepas?”

“Aku nggak mau keluar sekarang,”

Bibir Bright merenggut lucu, “padahal nggak apa-apa lho, kalau kamu keluar duluan.” sahut si yang lebih muda.

Kemudian Bright mengelus sesaat pipi Win, “kita ganti posisi, ya?”

Bright mundur ke posisi semula. Ia mengocok sebentar penisnya agar tetap mengacung tegak.

“Buka baju kamu dulu, Kak,” kata Bright, yang langsung disanggupi oleh si yang lebih tua. Win dengan cekatan melucuti pakaiannya, sampai tidak tersisa satupun kain yang melindungi kulitnya yang seputih susu.

Bright menepuk-nepuk pahanya, “come here, ride me.”

Lalu dengan senang hati Win merangkak menuju pangkuan Bright. Tubuhnya yang terlampau tinggi sesekali membuat kepalanya bertabrakan dengan langit-langit mobil. Tapi hal tersebut tentu tidak terlalu Win perdulikan. Dengan cepat, lelaki itu sudah duduk di atas pangkuan Bright.

Win duduk di posisi yang sangat tepat. Penisnya yang juga sudah berdiri tegak saling bergesekan dengan penis Bright.

Dengan jahil, lelaki itu melakukan grinding. Bergerak maju dan mundur di atas paha Bright sambil sesekali mempertemukan kedua penis mereka dalam sebuah gesekan penuh nikmat.

“Ahhh,” Win bahkan tidak bisa menyembunyikan desahannya.

Bright menangkup kedua penis mereka, lalu mengocoknya dengan satu tangan. Win, gemetaran. Hanya dengan afeksi seperti ini saja, rasa-rasanya Win sudah mau menjemput klimaks.

Sepersekian detik berikutnya, Bright menyudahi kocokannya. Pemuda itu menuntun tubuh Win untuk sedikit terangkat, lalu dengan pelan ia mulai memasukkan satu jarinya ke dalam lubang senggama si lelaki manis.

Win meringis, tubuhnya serasa terbelah jadi dua ketika Bright memasukkan satu jari lagi.

Win tidak kuasa untuk tidak mencengkeram bahu telanjang Bright, “s-sakit, ahhh, pelan-pelan, B-bright…”

Bright mengangguk, “cakar aja bahuku kalau kamu ngerasa sakitnya sakit banget ya, Kak.”

Dua jari Bright bergerak naik – turun di dalam lubang Win. Sebisa mungkin Bright tidak memforsir tenaganya, ia khawatir membuat si kekasih hati semakin kesakitan. Bright bergerak dengan lembut, sampai dirasa rintihan mulai berganti dengan desah berat, juga dengan tubuh Win yang secara spontan ikut bergerak mencari nikmat.

“Aku boleh masukin satu jari lagi, Kak?”

Win mengangguk, “go on, Bright.”

Dan jari ke-3 pun akhirnya masuk. Bright berusaha membuka jalur di lubang senggama Win dengan menggerakkan tiga jarinya di dalam sana. Bergerak maju – mundur – maju – mundur, lalu membuat pola menggunting guna melebarkan lubang seksi itu.

Bright semakin menenggelamkan jarinya ke dalam lubang Win. Dalam… semakin dalam… sampai akhirnya Win mengejang beberapa detik ketika ujung jari tengah Bright berhasil menyentuh titik nikmatnya.

Win menggeram, menjatuhkan wajahnya di atas bahu polos Bright.

“Ahhhh, you touched it… you touched it. Mmmhh,”

Melihat Win tengah diselimuti kabut nikmat, Bright tersenyum penuh kepuasan. Tiga jarinya masih terus bergerak di dalam lubang senggama si Manis, sampai dua menit kemudian Bright menyudahi aksinya. Menarik jari-jemarinya keluar dari lubang hangat itu.

Win merintih pelan begitu ia rasakan tidak ada lagi yang mengisi kekosongan di lubangnya.

Bright mengelus penuh sayang punggung telanjang Win, menarik si Manis mendekat untuk kembali bertukar saliva lewat ciuman dan juga lumatan.

Setelah dirasa cukup untuk saling berbagi afeksi, Win secara mandiri meraih penis Bright dan dikocoknya cepat. Bright hanya pasrah, ia sudah tahu langkah apa yang akan diambil Win selanjutnya.

“Aku masukin, ya?” tanya Win.

Bright mengangguk, “pelan-pelan aja ya, sayang. Kalau kamu ngerasa sakit, kamu bisa berhenti.”

“Iya, iya...” lalu Win mulai mengarahkan penis Bright menuju lubangnya. Kepala penis Bright sudah menyentuh lingkar cincin lubang senggamanya, lantas dalam satu gerakan cepat Win menelan habis penis Bright.

“I am so full, Bright, ahhhㅡ”

Bright mengelus sayang pipi kiri Win yang mulai basah karena peluh, seulas senyum terukir di bibirnya.

“You can move when you're ready, Kak.”

Win membalas ucapan Bright barusan dengan anggukan, “thank you, sayang...”

Lelaki itu mengambil waktu untuk beradaptasi. Tidak butuh jeda terlalu lama, Win menumpukan kedua tangannya di bahu telanjang Bright dan mulai bergerak naik turun. Tubuhnya menghentak di atas pangkuan Bright, pipi pantatnya sesekali bersentuhan dengan kulit paha si yang lebih muda.

Win bergerak dengan liar, air liur mulai turun mengalir dari sudut bibirnya.

“AHHHH… SSSHHHH…” Desahannya melantun begitu merdu.

Bright tersenyum bangga melihat Win yang tengah mengejar nikmatnya sendiri. Pemuda itu membawa tangannya untuk mengelus pinggul Win, ia sesekali membantu Win untuk menjaga iramanya dalam menggenjot penis yang sudah tenggelam utuh di lubang senggamanya.

Bright mendekati telinga Win, lalu berbisik di sana, “genjot terus sayang, that's how you do it...”

Bright beralih mengecup cuping telinga Win, membasahinya dengan air liur. Bright sengaja mendesah di sana saat dirasa gerakan Win kian liar, “pinternya… pinter banget ngegenjot kontol akunya...”

“Ahhhh, Bright, MHHHHㅡ”

“Orang pinter deserve a special gift from me,”

Win terus bergerak naik – turun – naik – turun. Bright mulai meninggalkan jejak berupa air liur mulai dari cuping telinga Win, rahang, leher, bahu, dada dan berhenti tepat di puting kiri.

Bright mengendus pelan tepat di depan noktah kecoklatan yang sudah menegang sempurna. Dengan iseng, Bright menjilat noktah tersebut.

Tangan Win bergerak mencari pelampiasan. Rambut Bright adalah target yang paling sempurna.

Win meremat kuat surai hitam Bright, sambil tubuhnya terus jungkat-jungkit di atas penis besar si yang lebih muda. Cengkeraman tangannya jadi semakin kuat ketika Bright dengan sengaja menggigit puting kirinya, sedangkan tangan kanannya beranjak menyentuh puting kanan Win dan meremasnya.

“Ahhh… mhhh… fuckㅡ,”

Fokus Win jelas terbagi; antara menunggangi penis Bright atau menikmati kuluman Bright pada putingnya.

Pergerakannya di atas penis Bright melambat, Win lemas, seakan-akan putih sudah siap menerbangkannya ke atas langit.

Bright yang sadar akan melambatnya pergerakan Win pun menyudahi aksi menyusunya di puting kiri si Manis. Tangan kirinya masih terus meremas puting kanan Bright, kemudian ia bawa wajah Win mendekat untuk kembali berciuman.

Win rasanya mau mati. Bright, di waktu yang bersamaan, memberikan 3 kenikmatan untuknya. Penisnya yang kian membesar, tangannya yang dengan handal meremas puting kanannya, juga bibirnya yang melumat bibir atas dan bawah Win bergantian.

Jika sudah seperti ini, Win tahu, ia harus mempercepat genjotannya.

Bright masih terus mencium bibir Win penuh nafsu dan rasa sayang yang bercampur jadi satu. Tangan kirinya tidak lagi memberi kepuasan di dada si Manis, kedua tangan Bright kini memeluk erat punggung Win yang masih bergerak naik dan turun.

Bright mengelus sayang punggung telanjang Win, sembari lidahnya masuk menerobos rongga hangat milik Win. Lidah keduanya bertemu, saling membelit.

Satu tangan Bright bergerak turun menyentuh pinggul Win, membantunya untuk bergerak.

Win menarik wajahnya secara sepihak, menempelkan bibirnya tepat di depan bibir Bright lalu bergumam, “aku mau keluar, *mmmhhh,”

Bright mengangguk, “aku juga, aku keluar di dalam lagi, ya? Boleh?”

“I-iya, boleh...” Win kembali bergerak cepat dibantu dengan tangan Bright.

Win membingkai wajah si yang lebih muda, lalu kembali mempertemukan bibir mereka untuk saling melumat dan mengejar kata puas.

Bright ikut bergerak di bawah sana, hingga sekitar tiga kali hujaman lagi, Bright mengeluarkan cairan cintanya di dalam lubang senggama Win.

Win turut menjemput putih, cairannya menyemprot deras mengotori tubuh keduanya.

Mereka masih berciuman, dalam, saling bertukar rasa sayang dan cinta sambil menghabiskan sisa-sisa orgasme keduanya.

Win jadi pihak pertama yang memutus ciuman keduanya. Dahi mereka menyatu, deru nafas keduanya terdengar saling beradu.

Win mengelus sayang sisi wajah Bright,

“Thank you, i love you, Bright.”

Bright tersenyum, satu kecupan berhasil ia curi di sudut bibir Win, “i love you the most, Kak Win.”

. . .

WRITTEN BY : JEYI.