34 + 35.
“Let's make our first time wonderful… wanna top me?” Bright memelankan laju tangannya yang bergerak naik turun di bawah sana, membuat Winㅡ sang pacar, melenguh pelan sambil menggeleng.
Satu kecupan berhasil Win curi di bibir Bright yang semakin merah dan sedikit membengkak, “enam sembilan, yuk?!”
tags : EXPLICIT CONTENTSă…ˇ first time!ayangpacar, handjob, chest play, grinding, dirty vocabulary (such a k/n/t/l, t/ti/t, n/g/w/e etc), over-stimulation, face cumming, mentioned of 69. total words : 4.787 words commissioned by : @brightest_bun
notes: ini versi lanjutan dari narasi berjudul “Our Special Day” (first time bright & win di universe LDR Jurusan) okie dokie!
ENJOY!
“Oke… so,”
Win menarik pelan surai hitam Bright sampai pemuda itu terpaksa harus menyudahi acara menyusu-nya. Kabut nafsu sudah memenuhi sepasang mata pemuda 18 tahun itu, dan pergerakan jari-jari panjang tangan Win di tengkuknya semakin membuat Bright terbakar oleh gairah.
“Gue mau blowjob lo, Bii… I wanna taste your kontol...”
Bright mematung. Ekspresi seduktif yang terpasang di wajah sang pacar tampaknya tak bisa membantu dirinya untuk menelan saliva yang seolah terjebak di pangkal tenggorokan. Sadar tak sadar, kedua telapak tangan Bright yang bertumpu di sisi kasur mulai mengepal. Damn, ada sensasi aneh yang menggerayangi tubuhnya mulai dari ujung kepala sampai ke ujung ke kaki.
Tidak adanya pergerakan dari sang pihak dominan membuat Win yang terbaring pasrah di bawah mulai mengerjapkan mata, bingung. Win belum melakukan apa-apa, tapi Bright sudah kalang kabut dalam diamnya.
Win mengusap pelan pipi kiri Bright, “kok diem? Nggak mau ya tititnya gue isep-isep?”
ANJINGGGGGGㅡ ya tuhan, Bright mau nangis…
Lantas dengan cepat Bright menggelengkan kepalanya. Pemuda yang hari ini genap berusia 18 tahun itu menggulingkan tubuhnya ke samping, berbaring terlentang di sisi kasur yang kosong. Win yang bingung dengan keadaan dan sikap sang pacar pun kini beringsut mendekat, berbaring menyamping sambil menatap sendu Bright yang kini fokus menatap langit-langit kamar.
Ujung jari telunjuk tangan kanan Win bermain di dahi Bright. Membentuk pola abstrak di sanaă…ˇ halus, hampir membuat si empunya dahi memejamkan mata.
“Kenapa?” tanya Win, seraya membawa tangannya untuk menangkup pipi kiri Bright dan mengelusnya penuh sayang, “kok malah tiduran? Nggak mau lanjut ngewenya?”
Bright mencelos, lalu berbalik menatap Win yang ternyata juga sedang menatap ke arahnya lengkap dengan binar sendu yang terpancar dari kedua matanya.
Satu kali lagi, Bright menghela ringan nafasnya, “belajar dari mana, sih? Mulut lo serem banget, yang...”
“Serem apanya? 'Kan cuma dipakai buat ngomong kontol, titit sama ngewe?”
Lagi dan lagi, Bright menghela kasar nafasnya. Dua kelopak matanya memejam sesaat, lalu pemuda itu berdecak, “anjing, Win… Gue merinding sebadan-badan denger lo ngomong jorok kayak gitu.” sahut Bright.
Ya ampun, gemesnya… Tanpa sadar Win menarik sudut bibir kiri dan kanannyaㅡ membentuk senyuman, tidak tahan karena Bright terlihat grogi akibat kosa kata kotor yang terucap dari bibirnya.
Win tertawa pelan, ditangkupnya kedua pipi Bright lalu ia hujani ranum merah muda sang pacar dengan kecupan bertubi-tubi. Cup, cup, cup, tiga kali kecupan nakal Bright terima. Membuat pemuda yang terbaring pasrah di bawahnya itu terkekeh pelan, “kecup doang, ngelumat kagak.” ucap Bright, di sela-sela aktivitas bibir sang pacar yang enggan berhenti menciumnya.
Ditantang seperti itu, malah membuat Win semakin ingin mengerjai pacar nakalnya. Lambat laun ia mulai mengubah posisi, beranjak naik ke atas tubuh Brightă…ˇ duduk tepat di atas perut pemuda itu, dengan kedua lutut yang bertumpu di atas kasur.
Win masih terus menghujani bibir Bright dengan kecupan, lalu ketika dirasa posisinya sudah nyaman, Win membawa kepalanya miring ke kanan dan meraup bibir sang pacar dengan lapar.
Dilumatnya bibir atas dan bawah Bright bergantian, agak sedikit kewalahan tapi si Manis tidak mau berhenti. Gigitan-gigitan kecil ikut serta meramaikan, membuat Bright gagal menahan lenguhan apalagi ketika lidah Win mulai masuk ke dalam rongga mulutnya. Bermain-main jahil di sana, berusaha menggapai ujung lidah Bright yang sengaja ia sembunyikan dari jangkauan Win.
“Mana lidahnya...” merasa putus asa, Win pun menarik sedikit wajahnya sehingga ciuman panas keduanya harus berakhir. Sebuah decakan pelan lolos dari bilah bibir si pemuda manis, “coba keluarin lidahnya sekarang.” sambungnya.
Bright tertawa sebentar melihat Win yang mulai frustrasi. Tidak mau langsung menuruti permintaan si Manis begitu saja, Bright pun menggeleng pelan sambil bergumam, “ngapain sih main lidah? Kayak bisa aja.” Okay… sepertinya Bright lupa, semakin ditantang maka Win akan semakin menjadi-jadi.
Satu tangan Win beranjak meraih beberapa helai surai hitam Bright, digenggamnya erat lalu ditarik ke belakang sampai membuat pemuda itu mendongak dengan posisi dagunya yang berada tepat di bawah bibir Win.
Dengan senang hati, juga dengan seringai kecil yang mampir di wajahnya, Win menunduk… menempelkan bibirnya pada dagu sang pacar yang seiring waktu berjalan semakin turun menuju rahang dan berakhir di daun telinga kirinya.
Win menarik surai hitam Bright satu kali lagi. Bibirnya terbuka seduktif, ada desahan berat yang terselip di setiap geraknya. Perlahan-lahan, ia raup daun telinga Bright lalu dikulumnya penuh godaan.
“Mmmhhh, nggak mau lidahnya dikulum kayak gini?” Win membasahi daun telinga Bright dengan kulumannya, “hm, nggak mau, Bii?” satu gigitan kecil Win berikan di sana, Bright mendesah menahan nikmat.
“Ahhhh, sayangㅡ,”
Win menjilat singkat sisi telinga kiri Bright, lalu menyahut, “kenapa? Udah nyerah? Udah tegang belum kamu?”
Tuhanku… Sempet-sempetnya Win pakai aku-kamu pas lagi menjemput klimaks begini…
Tidak mau takluk begitu saja di bawah dominasi si kekasih hati, Bright dengan cepat melingkarkan satu tangannya di punggung Win dan membalik posisi mereka. Kini, Win terkulai di bawah. Kedua tangannya merengkuh leher Bright untuk dipeluk erat.
Kondisi wajah yang terlalu dekat antara satu sama lain membuat deru nafas Bright menyapu dengan bebas permukaan wajah Win. Sepasang obsidian hitam legamnya terkunci dengan sepasang obsidian kecokelatan milik Wină…ˇ saling menyelami perasaan masing-masing.
Tangan kiri Bright bertumpu di sisi kanan tubuh setengah telanjang Win, sedangkan tangan kanannya mulai bergerak memberi rangsangan berupa elusan sensual di sepanjang pinggang polos sang kekasih hati.
“I am not lying when i said i got goosebumps every time those dirty words coming from your pretty lips,” hidung keduanya bersentuhan, perlahan namun pasti Bright bawa bibirnya untuk kembali bertemu dengan bibir Win. Dua kali kecupan mereka lalui, kini Win tanpa sadar membiarkan belah bibirnya terbuka seolah meminta lebih. Bright mengulas senyum tipis di wajahnya, “kayak bukan lo banget, but that's so sexy of you...”
Bibir keduanya kembali bertemu. Dengan penuh perasaan, Bright melumat bibir atas Win dengan irama lambat. Ia juga membiarkan si Manis mulai mengeksplorasi bibir bawahnya, bahkan ketika Win tidak sengaja menggigitnya, Bright hanya terkekeh kecilă…ˇ tidak apa-apa, kemudian menyambung kembali ciuman panjang mereka.
Seolah tidak ada hari esok, seolah tidak ada kesempatan lain.
Kedua tangan Win tentu tidak tinggal diam. Jari-jarinya yang panjang mulai menemukan jalannya ke surai hitam nan tebal milik Bright. Win tidak kuasa untuk tidak memainkan tangannya di sana; mengusap, meremas, mengusap lagi dan disusul dengan dengan sebuah jambakan pelan.
“Mmhhh, Bii...” Win bergumam, Bright semakin meliar.
Bibirnya tidak lagi memberikan lumatan panas, tapi perlahan-lahan turun mengecupi sudut bibir, dagu, sampai ke perpotongan leher. Bright sengaja meninggalkan jejak saliva di setiap titik yang berhasil ia kecup, membuat beberapa bagian di wajah Win terlihat mengkilap, basahă…ˇ Win terlihat amat sangat sempurna dengan penampilan seperti itu.
Bright mengecup salah satu titik yang sudah ia ketahui sebagai titik paling sensitif di leher lelaki manisnya itu. Sesekali lidahnya ikut bekerjaă…ˇ menjilat halus, lagi dan lagi Win dibuat mendesah pasrah.
“J-jangan tinggalin bekas, Bii… Nanti ketahuan M-mamah… ahhhhhㅡ,” lain di mulut, lain juga di tindakan. Mau seberapa kalipun bibirnya meminta berhenti, tapi nyatanya tangan Win berlaku sebaliknya. Ia mendekap erat kepala Bright, mengusap-usap rambut pemuda itu penuh kelembutan, bermaksud meminta lebih.
Masih sambil menghisap kulit di perpotongan leher Win, Bright bergumam sesaat, “mau udahan aja, nih?” yang jelas langsung dibalas gelengan ribut oleh si Manis.
“Nggak, nggak mau,” sahutnya. Satu tangan Win beranjak menyentuh punggung bidang Bright dan mengelusnya pelan, “y-yaudah nggak apa-apa, s-sedikit aja tapi, nanti Papah marah kalau bekasnya terlalu kelihatan...”
“Sekecil ini?” tanpa aba-aba, Bright menggigit agak keras kulit leher Win, lalu menghisapnya kuat sampai menimbulkan bunyi.
Win melenguh tertahan, decakan kesal lolos dari belah bibirnya, “hhhhh, bangsat.”
Bright tidak bisa menyembunyikan tawanya. Setelah puas meninggalkan jejak kecil kemerahan di perpotongan leher si kekasih hati, Bright kembali membawa tubuhnya pada posisi yang lebih tinggi. Mengukung Win satu kali lagi, di bawah dominasinya.
Bright menatap dalam kedua mata Win, “yakin mau ngasih first time lo ke gue?”
“Uhm,” kepala si Manis mengangguk ringan, “gue yakin, yakin banget.”
“Lagian nggak pakai acara masuk-masuk, 'kan?”
Pertanyaan polos Win berhasil membuat Bright terkekeh. Kemudian kepalanya mengangguk, mengiyakan. “Iya, sayang… Nggak pakai acara masuk-masuk, tapi gesek-gesek doangㅡ”
Belum sempat Win memberikan respon, Bright lebih dulu mencuri start untuk menggesekkan kejantanannya yang masih terbalut celana dengan kejantanan Win yang juga masih dilindungi oleh kain sleep robe merah marun yang ia kenakan.
“... kayak gini.” Bright semakin menjadi, gesekan yang dilakukannya bertambah cepat.
Win melirih, bibir bawahnya ia gigit dengan kuat agar desahannya tidak lolos begitu saja. Dua tangannya mencengkeram bahu bidang Bright, berusaha mencari waras yang mulai menguap lenyap entah kemana.
Bright terus bergerak di bawah sana. Meski masih terhalang fabrik, tapi gesekan-gesekan itu mampu membuat birahinya semakin meningkat pesat, menuju puncak. Kejantanan Win semakin mengeras, sesekali Bright tekan kuat-kuat miliknya di atas milik Win, mencari nikmat, menjemput kata puas.
“Aaaahhh, mau, mau… Mmhh,,, ya Tuhan enak banget… Bii,”
Tanpa sadar Win ikut bergerak mengikuti arus yang diciptakan oleh Bright. Tubuhnya maju dan mundur berlawanan arah dengan sang pacar, friksi yang hebat… memabukkan. Win bahkan merasa kalau dirinya bisa saja mencapai klimaks hanya karena gesekan seperti ini.
Bibir Bright terbuka, desahan berat keluar dari mulutnya dan hal itu mampu membuat Win gemetaran.
Brightă…ˇ di atasnya, dengan mulut sedikit terbuka sambil mendesah, juga matanya yang sama sekali tak lepas dari jangkauan netranya, adalah salah satu hal kesukaan Win mulai sekarang.
Bright dengan kabut nafsu yang mendominasi obsidian hitamnya, juga dengan binar senduă…ˇ sayu, yang terpampang di sana terlihat begitu indah di mata Win.
Lantas tanpa berpikir panjang, Win menarik tengkuk Bright dan kembali mempertemukan bibir mereka dalam sebuah penyatuan dalam. Suara derit kasur yang bergerak mulai memenuhi kamar. Tidak hanya itu, erangan-erangan tertahan juga mulai terdengar. Keduanya saling melumat, sama-sama menjulurkan lidah untuk dihisap dan diberi afeksi.
Gerakan Bright semakin menggebu-gebu, lumatan dan kuluman bibir Bright pada lidah Win juga semakin kehilangan tempo, berantakan.
Sebentar lagi, hanya butuh beberapa kali hitungan maju sampai putih itu datang menghampiri keduanya.
Bright menjadi pihak pertama yang mengakhiri ciuman mereka. Kemudian ia bawa bibirnya mendekat pada telinga kanan Win, Bright mendesah memanggil nama Win di sana.
“Win, ahhh… Win, sayang… Pinter, iya sayang kayak gitu geraknya… Mmhhh, pacar gue udah pinter gesek-gesek ya sekarang, terakhir kali kita gesek-gesek gini di toilet sekolah ya, Win… Masih berantakan, but look at you now, ahhh, hhhhh… Bright keluar sebentar lagi boleh, sayang?”
Dipuji sekaligus ditanya dengan nada seduktif seperti itu jelas membuat Win kian mengerang. Pegangannya pada bahu Bright yang masih tertutup kaos semakin kuat, cengkramannya di surai hitam sang pujaan hati juga bertambah erat.
Bright sengaja mendesah sesaat setelah mengakhiri ucapannya. Ada erangan berat terselip di sana, membuat Win secara spontan menekan kejantanannya agar semakin menyentuh kejantanan Bright.
“Mmmhh, Bii,” rasa-rasanya Win sudah tidak sanggup mencari kata. Yang bisa ia lakukan hanya mendesah, mendesah dan mendesah meminta lebih.
Lidahnya kelu. Kakinya mulai kehilangan kekuatan untuk sekedar bertopang di sisi kasur. Jantungnya bertalu-talu dengan ribut, lambat laun Win menganggukkan kepalanya ringan, sebagai jawaban; iya, kalau Bright boleh mengeluarkan cairan cintanya sebentar lagi.
Bright mengecup pelan daun telinga Win, lalu membawa mundur tubuhnya untuk kembali berhadapan dengan si Manis yang masih sibuk menghentak-hentakkan tubuhnya berlawanan arah.
Si yang sedang berulang tahun tertawa kecil, membuat Win memutar matanya jengah tanpa mau ambil pusing.
Perlahan-lahan Bright menghentikan gerakan pinggulnya. Pemuda itu beringsut menjauh dari atas tubuh Win, menjatuhkan kakinya satu persatu di lantai untuk berdiri.
Win melenguh pelan ketika pusat rangsangannya pergi begitu saja. Ia melirik bagian bawah tubuhnya, sial… sudah berdiri, tegak.
Kepalanya menoleh ke arah kanan, memerhatikan Bright yang tengah melucuti pakaiannya satu persatu. Diam-diam Win mengagumi pacarnya ituă…ˇ wajah agak memerah penuh nafsu, mata yang terlihat tajam penuh dominasi tapi masih menyimpan kelembutan juga bibir bawah yang sengaja digigit sensual entah apa gunanya.
Win terkekeh, “seksi kali lo gigit-gigit bibir kayak gitu?” tanya nya, meledek. Pemuda itu sendiri juga mulai membuka tali sleep robe yang masih terikat sedikit. Menariknya turun, lalu melempar kain tidur itu ke lantai.
Win, sudah benar-benar telanjang bulat sekarang.
Butuh usaha sedikit lagi sampai Bright berhasil menarik celana dari kaki kirinya. Sama halnya dengan si Manis alias pujaan hati kesayangannya, Bright melempar jauh-jauh celana dan bajunya ke lantaiă…ˇ termasuk pakain dalam pemuda itu.
Bright, juga sudah membuat tubuhnya sendiri polos tanpa sehelai benang pun yang tertinggal.
“Bangun, sayang. Nungging,”
Win yang masih bingung dengan permintaan Bright, cuma bisa mengangkat satu alisnya. Ada garis-garis halus di dahinya, tidak seinci pun pemuda manis itu bergerak.
Bright yang seolah paham arti tanda tanya tak kasat mata yang terpajang di wajah lelakinya itu berdeham sebentar. Jujur, ia sendiri bingung bagaimana harus mengatakannya, bagaimana harus meminta apalagi menjelaskan tentang posisi yang ia inginkan saat ini.
Takut jika terlalu vulgar, takut jika nyatanya Win tidak mau menyanggupi permintaannya.
Seakan mengerti akan raut gusar wajah Bright, Win pun buka suara, mengajukan pilihan. “Nunggingnya ke arah mana? Muka gue di depan titit lo, atau pantat gue yang di depan titit lo?”
Dang it, ucapan Win barusan berhasil mengantarkan sengat listrik di seluruh tubuh Brightă…ˇ tepat dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Kejantanannya semakin mengeras, bahkan sesekali ujung kepalanya bergerak seolah sedang menari penuh antusias ke kanan juga ke kiri.
Lantas Bright menggeram pasca digodai seperti itu, “Yang, nggak bisa deh gue diajakin ngomong jorok kayak gitu...” ucapnya penuh lirih.
Win tertawa, melihat Bright frustrasi akan rasa high-nya adalah kesenangan baru bagi pemuda itu. Yang mungkin, akan dengan sengaja ia lakukan nanti-nanti.
“Tuh kan malah ngetawain gue,”
Dengan cepat Win menelan bulat-bulat tawanya. Bibir penuhnya mengatup cepat, “emangnya kenapa sih? Seru tau ngomong jorok gitu. Abisnya gue nggak pernah dirty talk gitu kalau di sekolah.” sahut Win.
“YA GILA AJA, HEH LU MAU DIRTY TALK SAMA SIAPA KALAU DI SEKOLAH? SAMA PAPAN TULIS?”
Ampun… Win sudah tidak sanggup lagi untuk menahan tawa. “Dih, sama papan tulis aja cemburu. Jelek banget pacarku ini kalau lagi cemburu.”
Sedangkan yang diledek cuma bisa menghela nafas jengah.
Win bangkit dari posisinya. Perlahan-lahan ia beringsut mendekat ke arah Bright yang berdiri di samping kasur. Kakinya menekuk, Win berlutut tepat di hadapan Bright.
“Biasanya kalo pacar aku ngambek harus dicium dulu biar ngambeknya hilang. Sini nunduk,” that's it, Win dengan sejuta cara jitunya untuk meluluhkan hati Bright.
Tidak mampu menahan diri terlalu lama, akhirnya Bright pun pasrah dan menunduk. Ia bawa tubuh bagian atasnya masuk ke dalam pelukan hangat Win, pun ia biarkan kedua tangan si Manis kembali melingkar di lehernya. Bright memiring ke arah kiri dan Win ke arah kanană…ˇ bibir mereka kembali bertemu, dalam suatu tautan dalam.
Kali ini Bright membiarkan Win mendominasi ciuman mereka. Ia hanya akan balas menghisap sesekali ketika lidah Win mengetuk-ngetuk jahil bibir bawahnya.
Terlalu sering saling menyalurkan afeksi lewat ciuman, Win tampaknya sudah bisa disebut handal. Pergerakan bibirnya yang membasahi bibir atas dan bawah Bright bergantian dengan lumatan, skill dasarnya untuk mengulum lidah Bright yang tanpa sadar beberapa kali terjulur meminta diberi perhatian, lalu kecupan jahilnya yang mendarat di sudut bibir Bright begitu ia mengakhiri ciuman panjang mereka.
Win tersenyum, begitu juga Bright. Satu tangannya terangkat mengelus sayang pipi kiri Bright, “udah pergi ngambeknya, bayi besar?” tanya nya.
“Udah,” ada jeda di akhir satu kata itu, “ngambeknya pergi, klimaksnya juga pergi.”
AMSYONGGGG, niat hati buka baju buka celana untuk menjemput klimaks karena terlanjur sesak, justru putih itu ikut menghilang karena keduanya terlalu sibuk bermain-main.
Win melirik kejantanan Bright yang setengah melemas, menyisakan sedikit cairan pre-cum di sana.
Dengan senang hati, Win menyentuh ujung kejantanan lelakinya ituă…ˇ mengusapnya pelan dengan ibu jari.
Sambil terus memberikan sentuhan di kepala penis Bright, Win mendongak, hendak mengajak pacarnya itu untuk kembali berkonversasi.
“Bii,”
Sebuah erangan keluar dari belah bibir Bright, sepasang mata pemuda itu turut menatap Win dalam-dalam, “diem, Win. Jangan banyak ngomong. Nanti gue nggak keluar-keluar.”
Oke, oke. Win mengatupkan kembali bibirnya dan memilih fokus untuk memanjakan penis Bright yang sudah mulai menegang.
Win menggerakkan ujung ibu jarinya tepat di lubang penis Bright yang tampak berkedut. Lalu empat jarinya yang lain turun menangkup batang yang sudah keras, meremasnya pelan tapi penuh dengan penekanan.
“Bii, maaf tapi gue mau ngomong mumpung waktunya tepat,”
Bright hanya mengangguk, memberi kesempatan pada Win untuk melanjutkan kata-katanya.
Dalam hitungan detik Win mulai mengajak telapak tangan kanannya bergerak naik dan turun. Diawali dengan gerakan lambat, ia mengocok penis tegang sang kekasih.
“... i like it when you keep this handsome baby clean.” lalu diremasnya penis sang kekasih, kuat.
Bright menggeram, “sayang, f-fuck… enak banget, coba remes kayak gitu lagi.”
Sorot mata Bright semakin gelap. Puncak, sepertinya sudah berhasil dijemput setelah sempat sempat menghilang tanpa aba-aba.
Win menganggukkan kepalanya bagai anak kecil. Tangannya semakin bergerak dengan cepat, mengocok penis tegang Bright sambil sesekali meremasnya kuat. Membuat Bright tidak lagi mampu menahan desahannya.
“Ahhhㅡ,” Satu tangan Bright naik menjangkau surai berantakan Win. Dielusnya penuh perhatian surai hitam sang kekasih, “sejak kapan lo pinter remes-remes kayak gini, yang?”
“Sejak lo ngajak gue berbuat mesum di toilet sekolah, untung nggak jadi.” Bright tertawa, teringat akan memori beberapa minggu lalu dimana dirinya dan Win bersembunyi di bilik ke-3 toilet pria lantai dua untuk saling mengejar nikmat walau hanya sebentar.
Tidak mau hanya dirinya yang dipuaskan, Bright turut membawa satu tangannya yang bebas untuk menyentuh bagian dada Win. Kocokan Win di penisnya sempat terhenti tepat ketika Bright dengan jahil mencubit noktahnya sebelah kiri.
“Gue oke oke aja kalau lo ajakin beginian sering-sering, asal jangan di sekolah lagi ya, Bii. Nggak boleh ah, nggak sopan.”
Lalu bagaikan penurut ulung, Bright menganggukă…ˇ menyanggupi.
Sambil mulai meremas dada kiri Win (yang memang cukup besar untuk ukuran laki-laki), Bright pun berujar, “iya, iya… Janji deh nggak ngulangin lagi.”
“Good boy,” sahut Win. Masih sambil menjaga temponya untuk mengocok dan meremas penis Bright yang kian membesar, satu tangan Win kembali merengkuh tengkuk Bright dan mempertemukan bibir mereka entah untuk yang ke berapa kalinya malam itu.
Bright baru saja akan melumat bibir atas Win ketika telapak tangan si Manis turun menjamah kedua bola kembarnya. Win begitu handal, Bright semakin pusing dibuatnya.
“Ssshh, u-udah,” kata Bright, lalu memutus ciuman mereka.
Bright meletakkan kedua tangannya di atas bahu Win, “sayang, udah, coba tangan lo diem.”
Kedua alis Win jelas bertaut tidak mengerti, “ngocoknya udahan? Lo belum keluar gitu.”
Bright menggeleng, “udah, nurut aja. Tangan lo tetep di situ, dan jangan bergerak.” Ya sudah, oke. Win akhirnya menurut. Lalu tiba-tiba Bright bergerak dengan sendirinyaㅡ tubuhnya menggenjot maju dan mundur, membawa penisnya untuk bergerak lambat di dalam telungkupan telapak tangan Win.
Win tidak pernah menduga kalau kegiatan seperti ini mampu mengundang birahinya untuk ikut melayang tinggi. Melihat penis Bright yang naik – turun – lalu naik lagi – turun lagi, bagian kepala yang sudah memerah dan mengeluarkan banyak pre-cum itu sesekali hilang tenggelam di dalam telungkupan tangannya… membuat Win menelan ludahnya susah payah.
“Ahhhh, enak… enak nggak, Win tangannya digenjot gini?”
Tidak mencoba untuk mengelak, Win pun mengangguk. Tanpa sadar, ia mulai membasahi bibir bawahnya dengan lidah.
“Sekarang tangannya dulu ya Win yang digenjot gini, nanti kalau kita udah kuliah, kita pelan-pelan belajar yang lebih enak lagi, ya?”
Dijanjikan 'yang lebih enak' di masa depan tentu membuat Win kembali mengangguk, kali ini jauh lebih bersemangat.
Bright semakin mencengkram bahu si Manis begitu ia hentakkan tubuhnya lebih kuat lagi. Dapat Bright rasakan, tangan Win yang sesekali ikut meremas mencari nikmat.
Satu hentakan,
Dua hentakan,
Tiga hentakan yang lebih kuat,
Lalu di hentakan keempat, Bright mendesah berat, “mau keluar… gue mau keluar sekarang, Win… ahhhㅡ,”
Bright tidak lagi memaju mundurkan penisnya. Dan diamnya Bright, menjadi alasan tersendiri bagi Win untuk bergerak secara mandiri. Tangannya kembali mengocok penis sang pacar, berniat membantu Bright untuk menjemput klimaksnya.
“Kocok terus Win, mmhhh, ya tuhan, enak… enak banget, sayang...”
Win semakin mengocok penis Bright dengan cepat, dan sepersekian detik kemudian cairan putih mulai keluar dari lubang penis Bright.
“Tiduran Win, cepet,”
Enggan repot-repot untuk bertanya, Win pun menurut dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur dengan posisi terlentang. Matanya mengerjap gusar begitu ia sadari Bright kini naik ke atas tubuhnya, dan berhenti dengan posisi pemuda itu berjongkokă…ˇ mengangkang, tepat di atas dadanya.
Penis tegang Bright kini berada tepat di atas wajahnya. Win tidak tahu apa yang hendak Bright lakukan, tapi diam-diam ia menelan ludahnya susah payah. Win ingin sekali menyentuh ujung penis Bright dengan lidahnya;
Ingin menjilat, ingin menghisap, ingin menenggak cairan putih yang masih terus mengalir itu dengan mulutnya.
Perasaan gugup mulai melingkupi diri Win ketika cairan sperma milik Bright jatuh menetes di pipi kirinya.
Win menatap Bright dari bawah. Tanpa sadar bibirnya terbuka, meminta diberi sperma.
Tapi Bright menggeleng, “nggak, nggak boleh. Sperma rasanya nggak enak.” yang mana kata-kata itu berhasil membuat Win mengerucutkan bibirnya.
Di pengalaman pertama mereka, Win justru dilarang untuk mencicipi sperma sang kekasih. Cih, nyebelin.
“Terus lo ngapain naro titit lo di atas muka gue?”
Bright tertawa, sedangkan Win merasa kesal.
Lantas sambil mengocok penisnya sendiri, Bright membawa batang kejantanannya itu mendekati dahi Wină…ˇ membiarkan cairan spermanya perlahan-lahan tumpah membasahi bagian tersebut.
“Mau kayak gini,” ujarnya, lalu ia bawa batang kejantanannya menuju pipi kiri Win. Sambil terus mengocok, Bright kembali membiarkan bagian wajah sang kekasih mulai dipenuhi dengan sperma.
Dalam hati Win mengumpat, “anjrit, anjrit,” walau sebenarnya ia mulai menyukai rencana Bright. Wajahnya yang semakin dipenuhi sperma, terasa lengketㅡ dan menyenangkan.
Berlanjut ke pipi kanan, lalu ke hidung dan Win secara spontan mengangkat kepalanya, memberi celah pada Bright untuk semakin mengotori wajahnya dengan sperma.
Bright tersenyum, satu tangannya yang bebas mengelus surai berantakan Win penuh kasih sayang.
“Cantik,”
Kini leher Win juga disinggahi oleh cairan putih itu.
“Win cantik banget kalau dibanjirin sama sperma kayak gini.”
Win tertegun. Nggak bisa, nggak bisa nih, my own dick is twitching.
Lalu Bright mengakhiri pertumpahan spermanya di atas dada Win. Tepat di tengah puting kiri dan kanannya.
“Bii,”
Bright yang semula sibuk meratakan cairan sperma di atas dada Win dengan jarinya, kini mendongak. Kedua pasang mata yang dipenuhi kabut gairah itu saling bertukar pandang.
Kepala Bright mengangguk kecil, “ya, sayang?”
Win turut menangkup wajah sang kekasih, mengelus kedua pipinya lembut. Sorot matanya kian melembut, kini terlihat seperti seekor anak anjingă…ˇ pomeranian putih.
“Do i look pretty?” tanya nya.
Bright tertegun. Ada nada sensual yang terselip di setiap penggalan kata yang diucap Win.
Belum sempat Bright menjawab, Win kembali mengeluarkan kalimat yang berhasil membuat Bright nyaris tersedak ludahnya sendiri.
“Hm? Do i look pretty with your cum all over my face?”
Ya Tuhan, Bright tau ini dosa… Tapi kalau boleh jujur, Win bener-bener terlihat sempurna dengan keadaan serampangan seperti ini. Dengan cairan spermanya yang memenuhi hampir seluruh bagian di wajah manisnya… Ya Tuhan, Bright harus apa…
Tentu mengangguk, Bright. Memangnya apa lagi?
Jawaban penuh validasi itu lah yang diharapkan Win. Alhasil, Bright mengangguk.
“Cantik. Pacarku cantik, yet sexy at the same time.” balas Bright, sambil turut meratakan cairan sperma miliknya di wajah Win dengan ibu jari.
“Skincare lo diganti sama cairan gue aja mau nggak, Win?”
Win tertawa, Bright dengan nafsu birahinya memanglah kombinasi yang… seksi.
“Iya, iya, mau. Tapi nggak setiap hari, ya...” jawab Win.
“Oke.”
Lalu Bright melanjutkan aksinya untuk meratakan wajah, leher dan dada Win dengan sperma. Sampai dirasa cairan miliknya itu mulai mengering, Bright menundukă…ˇ menghadiahi ciuman di bibir Win sebanyak tiga kali.
Bibirnya masih menyentuh permukaan bibir Win, Bright berujar dengan nada lembut, “makasih banyak, sayang...”
“Sama-sama, gantengku.”
Bright terkekeh, lalu menggulingkan tubuhnya ke sisi kasur yang kosong. Pemuda itu berbaring terlentang, menatap langit-langit kamar sambil mengatur deru nafasnya.
Tidak mau berbohong, foreplay seperti ini saja cukup membuatnya lelah. It was their first time, but it's tiring him up already.
Win yang sadar kalau Bright mendadak hening pun kini membawa tubuhnya untuk berbaring menyamping, menghadap sang kekasih. Win mengelus sayang pipi kanan Bright, lalu memainkan jari-jari panjangnya di surai hitam sang kekasih.
“Capek, ya?” tanya Win.
Yang ditanya menganggukkan kepala, “lumayan, rasanya beda sama kalau gue main sendiri. Biasanya nggak secapek ini.” sahut Bright.
“I see, namanya juga pertama kali, ganteng...”
Walau belum mencapai klimaksnya, sedikit banyak Win tahu kalau Bright benar-benar kelelahan sekarang. Meski tidak terlalu sering memuaskan dirinya sendiriă…ˇ solo, tapi Win cukup paham kalau untuk menjemput klimaks secara mandiri rasanya tidak selelah ini.
Tiba-tiba Win mendapat pencerahan. Karena malam masih panjang dan kondom yang ia jadikan hadiah untuk Bright belum dipakai, Win ingin memancing nafsu Bright, lagi.
Lalu tanpa aba-aba, ia bawa tangannya untuk mengelus seduktif dada telanjang Bright. Bermula dari tulang selangka… dan berhenti tepat di puting kanan Bright.
Win memutari noktah kecokelatan itu dengan ibu jarinya, membuat Bright menggeram berat.
Bright lantas mengangkat pandangannya, dan begitu kepalanya mendongakă…ˇ ia kaget bukan main, karena tiba-tiba Win menunduk dan memasukkan puting kanannya ke mulut Bright.
Perlahan-lahan Win naik ke atas tubuh Bright, memeluk tengkuk sang kekasih agar putingnya semakin masuk ke dalam.
Bright mengubah posisinya menjadi duduk, direngkuhnya punggung polos Win agar tidak jatuh ke belakang. Win sudah duduk dengan manis di atas pangkuan Bright, sedangkan si birthday boy kini mulai mengulum puting kanan Win, seakan-akan sedang mencari air susu di sana.
Win meremas rambut Bright, “sshhh, enak… e-enak banget, isep terus, Biiㅡ”
Bright melumat, mengulum, menghisap puting kanan Win penuh nafsu. Tangan kirinya bergerak memberikan usapan di sepanjang paha Win yang mengangkang melingkari pinggangnya. Sedangkan tangan kanannya mulai meremas puting kiri sang kekasih, memberi kenikmatan hingga Win lagi dan lagi meloloskan desahannya.
“Deeper,” rambut bagian belakang Bright semakin dicengkram kuat, “more deeper, please...”
Dan entah sadar atau tidak, Win mulai bergerak di atas pangkuan Bright. Pinggulnya memompa maju dan mundur, bahkan sesekali ia memutar. Penis keduanya kali ini bertemu tanpa penghalang, saling melepas rindu seolah sudah lama tak bertemu.
Bright mengalihkan kuluman bibirnya pada puting kiri Win, memperlakukan setitik kecil itu penuh perhatian hingga Win menggeram nikmat.
Win memeluk bahu Bright erat, masih sambil terus bergerak menggesek di bawah sana, Win berbisik di telinga kanan Bright, “let me get my own pleasure,”
Satu kecupan Bright berikan di dada atas Win, “sure, keluar aja sayang, kapan pun lo mau.”
Gerakan Win di atas pangkuan Bright semakin menggila. Pemuda manis itu menengadahkan kepalanya, menahan nikmat. Lehernya terekspos bebas, dadanya membusung terlihat menantang.
Bright menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Win, mengecupnya jahil, lalu menjilatnya sampai ke dada.
Satu tangan Bright menangkup penis mereka berdua dalam satu genggaman. Bright mengocok mereka, kuat, tegas, penuh dominasi. Bright turut meremas kedua penis itu, “i am close too,”
Lalu di kocokan ke-5, keduanya sama-sama menjemput putih.
Bright, dengan klimaksnya yang ke-2.
Dan Win, dengan klimaksnya yang pertama.
“Istirahat dulu, sayang...”
Bright mengajak Win untuk bersandar di kepala ranjang. Win mengangguk, lelah… Begitu Bright menyamankan posisinya, Win masuk ke dalam pelukan Brightㅡ menaruh kepalanya di bahu bidang sang lelaki.
Bright mengusap punggung polos Win penuh sayang, “how was it?”
Malu-malu Win tersipu sambil mengulum senyuman, “it was great, gue nggak kaget sih lo jago kayak gitu...” Win mendongak menatap Bright dari bawah, lalu telunjuknya menyentuh dahi Bright dan bergerak pelan di sana, “it was written there, that you're good at sex.”
“That's so sexy of me,” balas Bright, yang langsung dibalas tawa oleh Win.
Win memeluk Bright lebih erat lagi, ia menghirup aroma tubuh Bright sebanyak yang ia bisa.
“Tapi untuk next-nya, boleh nggak… if i get your cum inside my mouth?” tanya Win agak hati-hati, karena tadi Bright bahkan melarangnya untuk mencicipi sperma pemuda itu.
Bright tampak berpikir sesaat, “gue takut lo nggak suka sama rasa sperma, terus lo trauma...” ujarnya.
Tapi Win malah menggeleng, “kan belum dicoba… ya, ya boleh ya?”
“Ya udah, ya udah, liat nanti.”
Yeay! His name is Win for a reason, right?!
“Soalnya gue penasaran banget mau coba ngasih lo blowjob.”
Bright menatap Win penuh keraguan, “yakin, mau?”
Win mengangguk, penuh keyakinan.
“Kita kayak gini dulu aja lah,” Tanpa aba-aba, Bright kembali menangkup penis Win, “lo bisa lakuin ini kapan pun lo mau, kontol gue selalu siap sedia, anyway...”
Win tertegun, are we going back to use some dirty words???!
Win menggigit kecil bibir bawahnya, “Bii,”
Masih sambil mengocok pelan penis Win, Bright menjawab, “ya, sayangku?”
“Kalau kontol lo gue panggil si ganteng, lo marah, nggak?”
Astaga… Si ganteng, katanya.
Bright terkekeh pelan, “emangnya kontol gue lebih ganteng daripada muka gue, hm?”
“Nggak gituuu,” kini tangan Win ikut meraih penis Bright, dan mengocoknya dengan tempo lambat.
“Boleh, yaaa?!”
Pasrah, deh, pasrah. “Ya udah, boleh.”
Keduanya mendadak hening, namun masih saling mengocok dan meremas penis satu sama lain, seakan-akan sedang sama-sama berusaha menjemput birahi agar segera datang kembali.
“Win,”
“Let's make our first time wonderful… wanna top me?” Bright memelankan laju tangannya yang bergerak naik turun di bawah sana, membuat Winㅡ sang pacar, melenguh pelan sambil menggeleng.
“Bright,”
Satu kecupan berhasil Win curi di bibir Bright yang semakin merah dan sedikit membengkak, “enam sembilan, yuk?!”
ANJINGGGGGG LURRRRR!!!
. . .
ă…ˇ written by : JEYI (210321).